kievskiy.org

Pemerintah Tak Becus Urus Sampah di Bandung Raya

Sejumlah truk pengangkut sampah memasuki area TPA Sarimukti yang sebelumnya ditutup karena kebakaran di wilayah Desa Sarimukti, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, Senin 16 Oktober 2023.
Sejumlah truk pengangkut sampah memasuki area TPA Sarimukti yang sebelumnya ditutup karena kebakaran di wilayah Desa Sarimukti, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, Senin 16 Oktober 2023. /Pikiran Rakyat/Bambang Arifianto

PIKIRAN RAKYAT - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Barat menyampaikan sejumlah catatan soal kondisi lingkungan Jawa Barat. Walhi menyoroti tata kelola sampah di Bandung Raya yang bermasalah, kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Legoknangka, dan persoalan Sungai Citarum.
 
"Penanganan sampah oleh pemerintah Jawa Barat serta 4 kabupaten/kota kami rasa jauh dari kata berhasil. Kami memiliki beberapa indikator yang salah satunya, kejadian bencana di TPA telah kembali terjadi seperti yang kita ketahui setelah bencana longsor Leuwigajah, tahun lalu TPA Sarimukti mengalami kebakaran yang luar biasa," kata Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Wahyudin, Kamis, 21 Desember 2023.
 
Meski dalam bentuk kejadian/masalah yang berbeda, hal-hal tersebut menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi masalah sampah.
 
"Selain bencana di TPA, rasanya masyarakat di Jawa Barat paham betul bagaimana sampah sudah menjadi masalah yang serius yang tidak dapat diatasi secara serius oleh semua pihak," ucap Wahyudin.
 
Petugas Damkar sedang melakukan pendinginan di tengah gundukan sampah di TPA Purbahayu Pangandaran, Senin, 9 Oktober 2023.
Petugas Damkar sedang melakukan pendinginan di tengah gundukan sampah di TPA Purbahayu Pangandaran, Senin, 9 Oktober 2023.
 
Peta jalan yang direncanakan Pemerintah Provinsi Jabar seperti Pergub Nomor 91 Tahun 2018 tentang Kebijakan dan Strategi Daerah Provinsi Jawa Barat Dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga Tahun 2018-2025, gagal mengatasi timbulan sampah yang semakin tahun tidak dapat terhindarkan. Hal itu serupa dengan Perda Provinsi Jabar Nomor 12 Tahun 2010.
 
Kebijakan itu tidak bisa menjawab persoalan pengelolaan sampah. Salah satu yang paling disorot adalah alokasi anggaran dalam jenis belanja fungsi untuk sektor lingkungan. Provinsi Jawa Barat hanya menganggarkan 1,04 persen  dari total belanja daerah sebesar Rp33.900 triliun.
 
Hal tersebut dinilai Walhi tidak mencerminkan keseriusan pemerintah dalam mengatasi permasalahan lingkungan seperti pengelolaan sampah. Walhi juga menyoroti tidak ada kejelasan tanggung jawab dari produsen penghasil sampah.
 
"Harusnya ada pengetatan dari pemerintah agar semua produsen dapat bertanggung jawab terhadap produksi kemasannya, selain itu tidak ada sanksi yang diberlakukan selama produsen tidak menjalankan amanat peraturan yang dibuat Pemprov Jabar," tutur Wahyudin. 

Kampanye pengurangan plastik tak serius

Pesepeda hendak melintasi tumpukan plastik dan kain di pinggir Jalan Bojongloa, Kota Bandung, Selasa, 3 Oktober 2023. Membuang sampah sembarangan-di antaranya melempar dari kendaraan-di Kota Bandung terancam sanksi denda.
Pesepeda hendak melintasi tumpukan plastik dan kain di pinggir Jalan Bojongloa, Kota Bandung, Selasa, 3 Oktober 2023. Membuang sampah sembarangan-di antaranya melempar dari kendaraan-di Kota Bandung terancam sanksi denda.

Sejumlah hal lain juga terkena kritik Walhi, seperti pembatasan atau upaya mengurangi kantong plastik terkesan masih tidak serius. "Padahal pemerintah dapat menjalankan rencana tersebut dengan melakukan pengetatan dan pengawasan kepada setiap swalayan, pasar, mal serta publik secara luas disertai kontrol secara periodik," kata Wahyudin.
 
Upaya mengatasi persoalan sampah pun masih bersifat insedental, tidak mencerminkan implementasi peta jalan serta  anggaran yang dialokasikan hanya untuk keperluan angkut dan buang.
 
Pemprov juga dinilai masih tergiur dengan nilai tiping fee dari setiap pengangkutan sampah dari empat kabupaten/kota serta langkah menumbuhkan kesadaran masyarakat dan memunculkan partisipasi warga masih lemah.
 
Walhi juga menyampaikan beberapa rekomendasi mengenai persoalan tersebut. "Alokasi anggaran untuk belanja fungsi dalam sektor lingkungan harus ditingkatkan dan kami merekomendasikan alokasi anggara dari belanja daerah harus mencapai 5 persen dan kabupaten/kota harus mencapai 3-4 persen dari anggaran APBD," kata Wahyudin.
 
Pembuatan rencana kebijakan tata kelola sampah harus pula melibatkan pentahelix secara serius sehingga dapat mencerminkan nilai partisipasi yang baik dalam penyusunannya.
 
Sementara itu, setiap produsen wajib diikat pertanggungjawabannya dan dituangkan dalam dokumen kebijakan agar dapat bertanggung jawab terhadap produk kemasan yang dibuat. Langkah tersebut harus disertai dengan sanksi yang tegas supaya muncul efek jera ketika tak melaksanakannya. Edukasi terkait pengurangan penggunaan plastik hingga belanja online agar tak memunculkan timbulan sampah juga mesti dilakukan.
 
Mengenai kehadiran Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir (TPPAS) Legoknangka, Walhi meminta adanya kajian kembali. Soalnya, dokumen Amdalnya sudah sangat lama, yakni 2009.  "TPPAS Legoknangka perlu kajian kembali mengingat pola ruang pada tahun 2009 dengan tahun ini akan berbeda dan yang paling urgensi Legoknangka direncanakan akan membangun PLTS yang menggunakan teknologi insinerator atau dengan mekanisme bakar-bakaran," tuturnya.

Citarum Harum

Walhi juga meminta adanya pembenahan dalam  penangan kerusakan Sungai Citarum terkait program Citarum Harum. "Harus mulai dengan cara penataan kelola yang berbasis mikro DAS (daerah aliran sungai), dan komunitas lokallah yang harus menjalankan itu, bisa di mulai dengan membentuk komite-komite mikro DAS di setiap desa atau kecamatan," kata Wahyudin. Dengan demikian,‎ TNI yang bertugas dalam programi itu dapat kembali ke barak dan fokus menjaga kesetabilan negara sesuai dengan fungsinya.

Walhi menyampaikan pula agar alokasi anggaran untuk Citarum dengan skema pembiayaan yang bersifat hutang disetop. Pendanaan bisa di anggarkan dari anggaran APBD dan APBN serta dana CSR dengan cara meningkatkan anggaran di atas 4 persen dari total belanja daerah. 

"Pelaksanaan program dan penganggaran harus transparan sehingga publik secara luas dapat mengetahui dan mengawasinya," ujarnya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat