kievskiy.org

Rupiah Kembali Melemah Hingga 14.200 per Dolar AS

JAKARTA, (PR).- Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat terus melemah dan sempat menembus level Rp 14.200 per Dolar AS pada perdagangan Senin 21 Mei 2018. Laju penguatan Dolar AS tersebut tidak tertahan meskipun Bank Indonesia telah menaikan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 4,5 persen pekan lalu.

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar Rupiah terus melemah menjadi Rp 14.175 per Dolar AS sejak pembukaan perdagangan Senin pagi. Laju penguatan Dolar tidak tertahankan hingga sempat menembus Rp 14.200 per Dolar AS. Nilai tukar Rupiah menguat tipis menjadi Rp 14.155 per Dolar AS pada penutupan perdagangan Senin sore.

Ekonom Institut for Development‎ of Economics and Finance, Bhima Yudistira Adinegara, menilai kenaikan Dolar AS dipengaruhi faktor eksternal dan domestik. Dari sisi eksternal, para investor banyak menarik dananya ke luar karena menghadapi kenaikan suku bunga acuan Bank Sentra Amerika pada Juni 2018. 

"Ini momen dimana kenaikan Fed Fund Rate semakin mendekati. Karena direncanakan akan ada kenaikan suku bunga Amerika pada Juni setelah sebelumnya sempat ditunda‎," ujar Bhima kepada "PR", Senin 21 Mei 2018.

Selain itu, kebijakan Bank Indonesia menaikan suku bunga acuannya ternyata tidak mampu menahan laju Dolar AS. Langkah kebijakan BI tersebut sangat terlambat.

Menurut Bhima, seharusnya BI langsung merespon kebijakan The Fed yang menaikan suku bunganya pada Maret 2018. "Jadi dengan kemarin menaikan hanya 25 basis poin, terlalu kecil. Seharusnya BI bisa menaikan 50 basis poin," ujarnya.

Defisit perdagangan

‎Bhima menambahkan, penguatan Dolar juga dipengaruhi kondisi  ekonomi yang tidak sesuai fundamentalnya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung stagnan. Hal itu dipengaruhi oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tidak optimal. Padahal pemerintah sudah menggulirkan program bantuan sosial.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh kondisi defisit neraca perdagangan selama beberapa bulan terakhir. ‎Menurut Bhima, pemerintah seharusnya lebih cermat lagi dalam memutuskan impor pangan. Sebab hal itu sangat berpengaruh pada kondisi neraca perdagangan. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat