BANDUNG, (PR).- Untuk pembangunan yang multidimensional tidak ada satu solusi yang berdiri sendiri yang dapat menyelesaikan beragam persoalan. Konsep pembangunan yang disusun harus terintegrasi dengan berbagai bidang dan dimensi, termasuk kebudayaan.
Begitupun di Jawa Barat, pemerintah Jabar harus mampu menggali budaya yang dimiliki dan mengintegrasikannya dengan berbagai persoalan pembangunan yang dihadapi. Serta tidak hanya semata menduplikasi program ataupun pendekatan yang telah sukses dilakukan di daerah lain untuk menyelesaikan persoalan karena setiap daerah memiliki karakter dan persoalan yang berbeda.
Demikian terungkap saat Diskusi Panel “Women Empowerment and Microfinance Dilemma in Bali and West Java”, di Bandung akhir pekan lalu. Kegiatan ini diselenggarakan HIMA Magister Manajemen Keuangan Mikro Terpadu dan Magister Ilmu Manajemen Unpad.
Hadir sebagai pembicara Dr. Putu Desy Apriliani dari Virginia Polytechnic Institute and State University, Dr. Kurniawan Saefullah dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran (Unpad), serta Nunung, S.IP., M.M dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Jabar.
Desy dalam pemaparannya mengatakan untuk menyelesaikan beragam permasalahan pembangunan, pemerintah harus memperkuat riset dan database, serta konsisten pada sumber informasi. Dengan demikian harapannya program yang dilaksanakan tepat sasaran dan menyentuh persoalan yang ada.
“Pembangunan sangat multidimensional, maka pemerintah perlu mengelola hal tersebut. Harus sebuah integrated concept unyuk menyelesaikan masalah yang dihadapi bersama-sama,” katanya. Termasuk perlunya kepekaan terhadap kebudayaan lokal.
Menurut dia, kebudayaan lokal merupakan kunci di dalam pembangunan. Ia memaparkan dalam konteks Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali, aspek budaya memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan kesuksesan suatu LPD.
Kebudayaan, menurut dia, menjadi dasar pondasi untuk modal sosial dari masyarakat itu sendiri, bagaimana masyarakat bergotong royong, saling membantu, dana saling percaya.
“Untuk menyelesaikan persoalan di masyarakat tidak bisa digeneralisir. Tidak apa-apa memiliki general template, tetapi harus tetap sensitif dengan perbedaan budaya, sosiologi ekonomi, politik desa dan lainnya,” kata Desy.