kievskiy.org

Hidup Sehat dengan Kontrol Tekanan Darah

ILUSTRASI.*/CANVA
ILUSTRASI.*/CANVA

ORANG yang lupa melihat angka bawah (diastolik) dalam pembacaan tekanan darah, mungkin ingin memeriksanya lagi. Menurut sebuah studi yang di terbitkan pada Rabu lalu di New England Journal of Medicine, ketika tidak terkontrol, kedua ukuran tekanan darah dapat meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke.

Seperti dilansir CNN awal pekan ini, tekanan darah adalah kekuatan aliran darah dari arteri, vena, dan kapiler. Tekanan darah lebih tinggi (hipertensi) didefinisikan sebagai tekanan darah yang konsisten lebih besar dari 130/80.

Angka atas atau sistolik merupakan tekanan pembuluh darah ketika jantung bertetak dan memompa darah. Sementara, angka bawah atau diastolik merupakan tekanan dalam pembuluh darah ketika jantung beristirahat dan terisi dengan darah.

Para peneliti dalam kajian ini menemukan bahwa tekanan sistolik yang tinggi menempatkan pasien pada risiko terkena serangan jantung dan stroke yang lebih besar. Namun, tekanan diastolik yang tidak terkontrol pun dapat menyebabkan hal serupa.

Rata- rata, pasien dengan tekanan darah sistolik 160 memiliki risiko 4,8% mengalami serangan jantung dan stroke, sementara pasien dengan tekanan 96 memiliki risiko 3,6%.

Dokter Alexander Flint selaku penulis utama dalam studi sekaligus sebagai spesialis stroke di Kaiser Permanente, mengatakan bahwa setiap dokter harus memastikan bahwa tekanan sistolik dan diastolik harus mendapat perhatian ketika mendiagnosis atau mengobati pasien hipertensi.

Akan tetapi, temuan ini tidak lagi mengejutkan bagi para ahli hipertensi seperti dokter Karol Watson, co- direktur program UCLA dalam Pencegahan Kardiologi yang tidak terlibat dalam studi tersebut. Ia mengatakan bahwa dulu, setiap dokter hanya memperthatikan tekanan diastolic saja. Namun, saat ini tekanan sistolik juga ikut diperhatikan karena peningkatan levelnya bisa meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke.

Studi ini menganalisis data yang ada pada 36 juta pembacaan tekanan darah dari 1,3 juta orang dewasa yang terdaftar dalam catatan medis elektronik. Selama delapan tahun, dari 2009 hingga 2016, para peneliti memantau apakah pasien mengalami masa serangan jantung selama jangka waktu tersebut.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat