kievskiy.org

Stigma HIV-AIDS Menghambat Ekonomi dan Sosial Masyarakat

STEERING Commitee lokal dan internasional WW8 Aids Irna Sufiawati dan Anwar R Tappuni, saat melakukan video conference dalam Plenary Speakers Session 1, 8th World Workshop Oral Health and Disease in AIDS. Lokakarya tersebut berlangsung di Trans Resort, Seminyak, Denpasar, Kamis, 13 September 2019.*/GITA PRATIWI/PR
STEERING Commitee lokal dan internasional WW8 Aids Irna Sufiawati dan Anwar R Tappuni, saat melakukan video conference dalam Plenary Speakers Session 1, 8th World Workshop Oral Health and Disease in AIDS. Lokakarya tersebut berlangsung di Trans Resort, Seminyak, Denpasar, Kamis, 13 September 2019.*/GITA PRATIWI/PR

DENPASAR, (PR). - Tes awal virus yang menyerang kekebalan tubuh (HIV), penting untuk pencegahan penularannya. Akan tetapi, minatnya amat rendah, karena orang berperilaku rentan terserang HIV lebih takut terhadap stigma. Pandangan buruk masyarakat awam tersebut lambat laun menghambat ekonomi dan sosial orang dengan HIV AIDS. 

Demikian dijelaskan Pandu Riono, pengampu Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, dalam Plenary Speakers Session 1, 8th World Workshop Oral Health and Disease in AIDS. Lokakarya tersebut berlangsung di Trans Resort, Seminyak, Denpasar, Kamis, 13 September 2019.

"Epidemik yang kompleks ini penanganannya tergantung keberhasilan komitmen dan perlakuan orang terhadap program yang ada," kata Pandu, yang membawakan tema Dampak HIV-AIDS terhadap Sosial dan Ekonomi indonesia dan sekitarnya. Ia mengutip data bahwa di Indonesia kini terdapat 640.000 terduga HIV, namun hanya 53 persennya telah menjalani tes, dan separuhnya lagi saja yang menjalani terapi antiviral. 

"Tapi jangan tertipu dengan data. Itu bisa sangat fatal. Karena realitanya bisa lebih daripada ini. Tapi ini bisa jadi acuan untuk mencegah penyebaran virus semakin luas," katanya. Hingga 2019 ini, jumlah penderita baru anak dan dewasa mencapai 110.000 orang. Tapi covering test yang masih sangat minim, memungkinkan jumlah yang ada jauh di atas itu. 

Padahal pengobatan secara dini dapat menekan penyebaran dan mencegah kematian. Kita, ujar Pandu, sama-sama ingin menekan angka 770.000 orang meninggal akibat aids dan penyakit terkait sampai 2030

Sementara dampak lemahnya tes adalah penyebaran tak terkendali. 

"Stigma dan diskriminasi masih jadi penghambat, termasuk dalam pelayanan kesehatan kita. Banyak dokter yang enggan melayani atau menceramahi. Seperti perlakuan masyarakat kepada pelaku LGBT," ucapnya. Penghakiman dan Pandangan negatif ini serta mertua memojokkan ODHA, membuatnya tidak produktif, dan tidak dapat bersosialisasi. 

Banyak kasus akibat mengaku HIV dipecat dari pekerjaan. HIV kini jadi penyakit kronis dan melahirkan banyak tantangan baru. 

Dalam WW8 AIDS yang berlangsung hingga Minggu 15 September 2019, bahasan mengenai stigma dikupas di berbagai forum. Selain di sesi Plenary Speakers, terdapat Lokakarya yang melibatkan diskusi antarpraktisi kedokteran gigi, mahasiswa berbagai negara. Agar stigma berakhir sehingga persebaran virus ini dapat terus diminimalisasi. ***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat