PIKIRAN RAKYAT - Pegiat gaya hidup nol sampah atau zero waste Siska Nirmala mengungkapkan, sudah dari tahun 2012 memulai gaya hidup nol sampah. Bermula dari kegelisahan saat melihat sampah di gunung, pemilik Toko Nol Sampah itu mencoba menerapkan dan terus belajar menjalani gaya hidup tersebut.
"Kepikiran buat nerapin zero waste pas naik gunung, tapi tentu enggak bisa gitu aja pas naik gunung karena daily life-nya juga harus berubah. Pelan-pelan dari 2012 sampai sekarang masih belajar nerapin konsep meminimalisir sampah sampai sebisa mungkin nol (sampah)," tuturnya saat dihubungi belum lama ini.
Brand Ambassador Eiger Tropical Adventure itu mengungkapkan, tak mudah menerapkan gaya hidup tersebut. Ada tantangan tersendiri untuk menjalaninya.
"Tantangannya sebenarnya membangun supporting system sendiri untuk mendukung gaya hidup zero waste ini," ujar dia, "waktu awal-awal nerapin kan belum ada regulasi yang mendorong seperti supermarket mini market untuk tidak menggunakan kantong plastik."
Baca Juga: Kenapa Orang Sunda Menyebut Semua Jenis Pasta Gigi sebagai Odol?
Di samping itu, Siska mengungkapkan, pada awal menjalani gaya hidup tersebut masih banyak pihak yang belum mengerti. Gaya hidup nol sampah bahkan dianggap sesuatu yang aneh. "Jadi kalau aku nolak plastik itu malah dilihatnya aneh kalau sekarang sih udah lebih umum."
Cara membangun support system
Siska menuturkan, ada sejumlah langkah yang dilakukan setelah memutuskan menjalani gaya hidup nol sampah. "Aku tahu mau belanja tanpa kemasan itu di mana, kayak gitu. Jadi selama sepuluh tahun itu ngebangun support system aku sendiri sih."
Supporting system yang dimaksud, kata dia, seperti warung langganan yang produknya bisa dibeli dengan wadah sendiri. Dia menuturkan, salah satu produk yang bisa dibeli tanpa kemasan adalah beras.