kievskiy.org

Gen Z Bakal Jadi Generasi Paling Stres, Perusahaan Harus Perhatikan Kesehatan Mental Pekerja

Ilustrasi karyawan stres.
Ilustrasi karyawan stres. /Pixabay/mohamed_hassan

PIKIRAN RAKYAT - Kemampuan mengelola stres dan mencapai gaya hidup sehat semakin menurun di setiap generasi. Jika fenomena itu berlanjut, generasi muda yang didominasi oleh Gen Z akan menjadi generasi yang paling stres.

Hal itu mengemuka dalam pidato berjudul “Peran Aspek Psikososial Kedokteran Okupasi untuk Meningkatkan Produktivitas Pekerja Indonesia Menghadapi Tantangan Bonus Demografi” yang dibacakan Prof. Dewi, Guru Besar Ilmu Kedokteran Komunitas, khususnya Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran (FK), Universitas Indonesia (UI). Pidato itu dibacakannya saat dikukuhkan sebagai Guru Besar UI di Aula Gedung IMERI, Kampus UI Salemba, Sabtu, 2 Desember 2023.

Bonus demografi yang dialami Indonesia dapat menjadi keuntungan sekaligus tantangan. Saat ini, penduduk Indonesia didominasi oleh mereka yang lahir antara tahun 1997 dan 2012 atau biasa disebut 'Gen Z'. Dengan karakteristik khasnya, yang berbeda dengan generasi sebelumnya, Gen Z cenderung mengekspresikan keinginan untuk hal-hal yang baru dan lebih menantang, termasuk dalam pekerjaan.

Namun, mereka belum memiliki keterampilan dan kepercayaan diri yang mumpuni untuk mengelola ketidakpastian lingkungan yang terjadi, sehingga berpotensi memunculkan kecemasan diri.

Dengan karakter itu, perhatian terhadap aspek psikososial di lingkungan kerja menjadi penting untuk ditingkatkan. Lingkungan kerja tidak lagi hanya berkutat pada fisika, kimia, biologi, dan ergonomi, namun perlu mulai menitikberatkan pada pajanan psikososial seperti beban kerja dan hubungan antar-rekan kerja.

Menurut Dewi, masalah psikososial tidak boleh diabaikan di lingkungan kerja. Berdasarkan hasil survei International Labour Organization (ILO) tahun 2020 hingga 2022 tentang kekerasan dan perundungan terhadap pekerja di Indonesia, 71 persen pekerja pernah mengalami kekerasan atau perundungan, dan 77 persen di antaranya merupakan kekerasan dan perundungan psikologis.

Kondisi tersebut diperkuat lagi dengan fakta 63 persen pekerja mengalami gangguan kesehatan mental “sedih dan rasa tidak nyaman” di tempat kerja. Mengingat karakter Gen Z yang tidak memiliki batasan dengan individu lain, memungkinkan mereka mudah labil karena menerima terpaan informasi dan kondisi yang cepat berubah dan serba-acak.

“Harus diingat bahwa sangat penting untuk membuat pekerja kita aman (tidak sakit atau celaka) dan nyaman (nyaman bekerja di lingkungan kerja dan nyaman di hati) pada saat bekerja. Salah satunya adalah dengan memperhatikan pajanan psikososial yang ada di lingkungan kerja, sehingga dapat segera terdeteksi bila ada masalah kesehatan mental pekerja, dan harus segera diatasi oleh pihak-pihak terkait seperti HRD, dokter perusahaan, manajemen perusahaan, dan lainnya, agar pekerja tetap produktif dan secara tidak langsung memberikan keberlangsungan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan,” ujarnya.

Peran penting kedokteran okupasi

Menurut Dewi, Kedokteran Okupasi memiliki peran penting dalam aspek psikososial untuk meningkatkan produktivitas pekerja menghadapi bonus demografi tahun 2045 yang sudah dimulai sejak tahun 2020.

Dokter bidang kedokteran okupasi dapat memberikan evaluasi kesehatan mental dan fisik kepada pekerja dengan melakukan identifikasi bahaya potensial di lingkungan kerja (terutama bahaya potensial aspek psikososial), pemeriksaaan kesehatan pekerja, menentukan diagnosis penyakit akibat kerja atau bukan, menentukan laik kerja atau kembali kerja, serta memberikan rekomendasi/solusi yang dibutuhkan untuk mengatasi stres kerja, kelelahan akibat kerja, dan masalah kesehatan kerja lainnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat