kievskiy.org

Parlemen Belanda: Mengakui Kemerdekaan Indonesia 1945 Berarti Mengakui Kekerasan Ekstrem Tentara Kita

Ilustrasi tentara Belanda.
Ilustrasi tentara Belanda. /Pixabay/FrankMagdelyns

PIKIRAN RAKYAT - Pengakuan Kemerdekaan Indonesia jatuh pada 17 Agustus 1945 menuai perdebatan di kalangan anggota dewan Negeri Kincir Angin tersebut. Pasalnya, pengakuan kedaulatan itu berarti mengakui pula kekerasan ekstrem yang dilakukan tentara Belanda.

Anggota DPR Belanda pun memperdebatkan penyelidikan independen atas dekolonisasi Indonesia (1945-1950). Mereka menilai, pengakuan itu menunjukkan bahwa tentara Belanda menggunakan kekerasan ekstrem struktural dan meluas dalam upaya untuk mendapatkan kembali kekuasaan di wilayah jajahannya, setelah pendudukan Jepang.

Kekerasan tersebut ditoleransi oleh politisi dan komando tentara. Bahkan, kejahatan hampir tidak dihukum.

"Saya meminta maaf yang mendalam kepada Indonesia," ucap Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte segera setelah penyelidikan dipublikasikan.

Baca Juga: Jelang Peringatan HUT Kemerdekaan Indonesia, Semangat Pemikiran Generasi Soekarno Semakin Memudar

DPR sebagian besar mendukung kesimpulan laporan dan permintaan maaf yang telah ditawarkan. Namun, ada kekhawatiran di antara sejumlah pihak bahwa timbul kesan semua personel militer yang bertugas pada saat itu telah melakukan kejahatan perang.

Sekitar 5.000 veteran masih hidup. Menteri Kajsa Ollongren (Pertahanan) mengatakan bahwa mereka sangat dihargai dan sebagian besar tidak dapat disalahkan.

Kabinet tidak mau berbicara tentang kejahatan perang, antara lain GroenLinks, D66, SP, dan ChristenUnie. Menurut Mark Rutte, kejahatan perang dalam konflik domestik baru bisa dibicarakan sejak 1949.

"Kami terus berselisih, saya khawatir," katanya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat