PIKIRAN RAKYAT - Pertama kali saya mengetahui Shinkansen merupakan kereta cepat Jepang adalah dari buku TTS (teka-teki silang) yang diisi ibu. Saat itu, saya berusia 10 tahun. Delapan belas tahun kemudian, saya menjajal langsung Shinkansen yang tersohor karena kecepatannya itu.
Kamis, 26 Oktober 2023, saya menaiki Shinkansen untuk bertolak dari Stasiun Shinagawa di Tokyo menuju Stasiun Kakegawa di Shizuoka. Jaraknya sekira 230 kilometer, setara Jakarta-Cirebon. Jika ditempuh menggunakan mobil, memerlukan waktu 3,5 jam untuk sampai. Menggunakan Shinkansen, estimasi perjalanan hanya 1,5 jam.
Ada 6 jenis kereta Shinkansen di Jepang yakni Nozomi, Hikari, Mizuho, Kodama, Hayabusa, dan Sakura. Hayabusa adalah yang tercepat dengan top speed 320 kilometer per jam. Saya bertolak ke Kakegawa tidak dengan Hayabusa, melainkan Kodama.
Saya tiba di Stasiun Shinagawa sekira pukul 8.00 pagi alias bertepatan dengan waktu orang-orang berangkat ke kantor. Suasana sangat sibuk. Ratusan orang berpakaian serupa—kemeja putih dibalut jas hitam, celana katun, dan pantofel—berduyun-duyun menuju gerbang tiket.
Harga tiket Shinkansen Kodama dari Shinagawa ke Kakegawa adalah 8.000 yen atau Rp800.000. Tak seperti tiket kereta komuter yang berbentuk kartu, tiket Shinkansen terbuat dari karton yang digunakan saat masuk di gerbang stasiun keberangkatan dan keluar di gerbang stasiun tujuan.
Di tiket, tercantum keterangan bahwa kereta saya akan tiba pukul 8.34 pagi. Kereta datang tepat waktu, saya kebagian duduk di kursi nomor 15 di gerbong 12. Meski penuh, penumpang tetap tertib dengan berbaris rapi sebelum memasuki gerbong.
Layaknya kereta masa kini, di setiap kursi tersedia fasilitas fitting (colokan) untuk mengisi daya gawai. Namun, posisinya berada di bawah sehingga ponsel harus diletakkan di lantai saat diisi dayanya. Ini rentan membuat ponsel tak sengaja terinjak.