PIKIRAN RAKYAT - Hujan deras melanda sebuah kamp tenda bagi para pengungsi di kota Rafah, Gaza selatan, pada Senin hingga Selasa lalu 18 Maret 2024, meningkatkan penderitaan anak-anak Palestina yang tinggal di sana. Di tengah badai, suara guntur dan tembakan Israel tercampur, membuat ketakutan semakin menghantui mereka.
Anak-anak Palestina, yang sudah hidup dalam ketegangan akibat konflik antara Hamas dan Israel, kesulitan membedakan suara guntur dan tembakan.
"Itu suara tembakan, Bu, kita harus lari," ujar salah satu anak, mencerminkan ketakutan yang melanda mereka.
Oum Abdullah Alwan, seorang pengungsi dari Jabalia di Gaza utara, menjelaskan betapa sulitnya kondisi di kamp pengungsian. Basah kuyup oleh air hujan, mereka, bersama 13 anggota keluarganya, tidak dapat menemukan kasur atau selimut kering untuk tidur.
"Hujan yang disertai angin kencang membasahi kasur busa dan barang-barang yang ada di dalam tenda pengungsian," kata Alwan.
Dalam upaya untuk meredam kedinginan, dia dan orang tua lainnya memeluk anak-anak mereka dengan erat, mencari sedikit kehangatan dalam situasi yang penuh dengan ketidakpastian.
Tak hanya itu, pertanyaan tentang berapa lama mereka harus hidup dalam penderitaan semacam ini terus menghantui pikiran mereka. "Berapa lama lagi kita akan hidup dalam siksaan ini? Berapa lama lagi?" teriak Alwan, menggambarkan ketidakpastian dan keputusasaan yang melanda banyak pengungsi di Gaza.
Perang yang telah berlangsung selama enam bulan telah menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza dan memaksa ratusan ribu orang meninggalkan rumah mereka untuk mencari tempat yang lebih aman. Rafah, yang berbatasan dengan Mesir, menjadi salah satu tempat tujuan utama bagi pengungsi.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersikeras untuk melancarkan serangan darat di Rafah untuk mengejar para militan Hamas.