kievskiy.org

Siklus Lima Tahunan, Padi Tumbuh Kerdil

DAIM (70) warga Desa Buntu, Kecamatan Ligung, Kabupaten Majalengka  melihat sawahnya  di Blok Cigambir, Desa Buntu, yang kekeringan akibat tidak mendapat pasokan air. Sawah miliknya dipasikan akan mengalami puso.*
DAIM (70) warga Desa Buntu, Kecamatan Ligung, Kabupaten Majalengka melihat sawahnya di Blok Cigambir, Desa Buntu, yang kekeringan akibat tidak mendapat pasokan air. Sawah miliknya dipasikan akan mengalami puso.*

MAJALENGKA,(PRLM).- Ratusan hektare areal sawah di sejumlah desa di Kecamatan Ligung, dipastikan akan mengalami puso akibat kekeringan. Usia tanaman padi yang sudah mencapai 1,5 bulanan dan seharusnya sudah mulai bunting, kini tumbuh kerdil dan menguning. Para petani menyebut kekeringan semacam ini adalah siklus lima tahunan. Sebagian tanaman padi milik petani telah mati, daunnya mengering, terutama tanaman yang berada di bagian pinggir pematang sawah. Tanah sawah hampir seluruhnya sudah mengalami reta-retak yang retakannya berkisar antara 3 cm hingga 10 cm. Meski usia tanaman hampir sama namun tanaman tumbuh berbeda, ada yang mulai bunting, ada juga yang tumbuh kerdil, ketinggian tanaman hanya mencapai 30 cm. Walapun tanaman sudah banyak yang bunting, namun para petani memastikan tak akan bisa dipanen, sebab bila tidak mendapat pasokan air, bunga padi akan keluar putih menandakan tidak akan berisi, daun lambat laun akan semakin layu dan mengering. Areal sawah yang diprediksi bakal mengalami puso tersebut tersebar di beberapa desa diantaranya, Desa Buntu, Tegalaren, Gandawesi, Beusi, Bantarwaru, Ligung Lor dan Ligung Kidul, luasnya kurang lebih mencapai 75 hektare. Menurut keterangan Daim (73) petani asal Desa Buntu dan Tasban (52) petani di Desa Gandawesi, areal sawahnya tersebut tidak mendapat pasokan air sejak beberapa hari setelah tanam. Aliran air dari irigasi tak mampu mengaliri seluruh areal sawah. Demikian juga dengan air yang tersimpan di embung-embung yang telah dibuat Dinas Pengelolaan Air Pertambangan dan Energi yang lokasinya tidak begitu jauh dari Markas TNI AU, hanya mampu mengairi sawah beberapa puluh meter dari lokasi embung-embung, itupun airnya mulai surut. “Pompa air tak sanggup menjangkau lahan sawah yang cukup jauh. Ada juga air dari Bendung Kamun yang pembagiannya dilakukan dengan gilir giring, juga tak terjangkau,” kata Daim. Areal sawah yang kekeringannya cukup parah menurutnya berada di Blok Landasan, Calang, Tegal Koneng, Blok Cigambir, Blok Buyut Auri, Blok Buyut Panganten dan sejumlah tempat lainnya. “Kekeringan hampir menyeluruh kecuali sawah bengkok, yang dekat dengan embung-embung dan saluran air,” papar Tasban. Para petani menurut Tasban banyak yang berupaya mengebor air dari bawah tanah di tengah-tengan areal sawah, namun hingga kedalaman 25 meteran belum ada tanda-tanda adanya keluar air. Sehingga pengeboranpun akhirnya dihentikan. “Percuma sudah berpuluh-puluh meter belum juga ada tanda-tanda adanya keluar air. Kalau sudah demikian itu menunjukan tidak ada air dibawah tanah. Akhirnya kami pasrah dengan konsisi sawah yang ada sekarang,” keluh Tasban. Akibat kekeringan tersebut, menurut Tarwan petani Desa Bantarwaru, para petani mengalami kerugian cukup besar. Karena proses tanam dan pemupukan telah selesai dilakukan. “Kalau di rinci ya lumayan besar, ongkos traktor satu hektare sawah sudah mencapai Rp 400.000, upah mencangkul, pupuk dua kali pemupukan mencapai 5 kw, belum biaya tanam, menyiangi, bibit dan obat-obatan, banyak lah,” ujar Tarwan. Kekeringan sawah semacam ini menurut Tasban, Daim dan Tarwan adalah siklus lima tahunan, karena berdasarkan pengalaman setiap lima tahun sekali kekeringan yang cukup parah selalu terjadi di wilayahnya. Hal semacam ini tidak bisa disiasati dengan cara apapun termasuk dengan pola tanam yang dilakukan lebih awal. Menurut Kepala Bidang Tanaman Pangan, Taham, Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka sendiri mencatat ada 6000 hektare lebih areal sawah yang terancam kekeringan dan sebagian akan mengalami puso. “Sulit mengatasi kekeringan saat ini, karena air betul-betul tidak ada sehingga pompa air juga tidak bisa berfungsi,” kata Taham. Sejumlah petani di Kecamatan Ligung yang berdekatan dengan Saluran Induk Sindupraja berupaya memompa air menggunakan mesin pompa kapasitas tinggi, namun kapasitas pompa tetap hanya bisa menjangkau jarak maksimal 3 km. Tidak bisa dipaksakan hingga ke jarak yang lebih jauh. “Air sungai Cilutung mengering tak bisa dialirkan, bendung kamun juga demikian. Sekarang petani mengandalkan air dari Sindupraja yang airnya dialirkan untuk Kabupaten Cirebon, tapi tetap pompa tak mampu menjangkau jarak yang lebih jauh,” papar Taham. Taham bebenarkan adanya keterangan petani yang menyebutkan kekeringan yang terjadi saat ini adalah siklus lima tahunan. Karena pada tahun 2010 lalu juga pernah terjadi. Pada tahun 2013 baru dinyatakan tahun basah, namun tahun berikutnya mulai mengering lagi hingga puncaknya tahun ini.(Tati Purnawati/A-147)***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat