kievskiy.org

Rumput Segar Minim, Produksi Susu Turun 10 Persen

SEORANG peternak sapi sedang memerah susu di kandang di Desa Girimulya, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka. Produksi susu kini turun akibat kurangnya pakan.*
SEORANG peternak sapi sedang memerah susu di kandang di Desa Girimulya, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka. Produksi susu kini turun akibat kurangnya pakan.*

MAJALENGKA,(PRLM).- Sejumlah peternak sapi perah di tiga desa di Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka kesulitan memperoleh rumput untuk tambahan pakan ternak mereka. Minimnya rumput segar dan dedak yang dikonsumsi ternak berdampak pada penurunan produksi susu hingga 10 persenan. Di tiga desa di Kecamatan Banjaran, masing-masing Desa Girimulya, Cimeong dan Pasindangan ada ratusan warga yang mengandalkan hidupnya dari produksi susu sapi yang ternaknya mereka pelihara sejak belasan tahun. Menurut keterangan salah seorang peternak sapi di Desa Girimulya, Didin, ternak sapi perah di wilayahnya semula mengandalkan pakan dengan ampas tahu dicampur dedak ditambah rumput gajah sebagai selingan atau dicampur bersama dedak dan ampas tahu agar produksi susu maksimal serta mengurangi beban biaya pakan karena harga ampas tahu dan dedak terus melonjak. Harga dedak saat ini mencapai Rp 7.000 per kg dan ampas tahu mencapai Rp 2.500 per kg. Harga tersebut sejak beberapa bulan lalu mengalami kenaikan seiring dengan tingginya permintaan dedak sementara prodyuksi di pabrik penggilingan berkurang. Demikian juga dengan harga ampas tahu karena harga kedelai semakin mahal. “Agar sapi tetap kenyang makan dan tidak mengurangi asupan gizi, maka para peternak menambah pakan dengan rumput gajah atau rumput segar biasa,” kata Didin. Namun belakangan seiring dengan berkurangnya musim panen di tingkat petani dan banyaknya petani yang menahan gabahnya untuk dijual, produksi dedak di penggilingan padipun menurun. Padahal dedak dan ampas tahu adalah makanan pokok sapi perah. Demikian juga dengan rumput gajah semakin sulit diperoleh para peternak, rumput gajah yang ditanam peternak di pematang dan kebun sebagian besar mengering kekurangan air, akibatnya para petani mencari pengganti rumput dengan jerami, namun nyatanya jerami berpengaruh terhadap produksi susu sebesar 5 persen hingga 10 persenan. “Jerami juga sudah sulit diperoleh, untuk mendapatkan jerami para peternak harus keliling desa dan kecamatan, mencari kesejumlah daerah dengan menyewa kendaraan. Rumput gajah yang masih tersisa di pematang atau di kebun tidak mencukupi seluruh kebutuhan untuk pakan ternak, sementara kalau mengandalkan ampas tahu dan dedak harganya cukup mahal tidak seimbang dengan harga susu yang tetap murah,” ungkap Didin yang memiliki 8 ekor sapi. Menurut Sueb petani lainnya di Desa Cimeong, produksi susu ketika rumput gajah masih tersedia banyak dan dedak di pabrik melimpah bisa mencapai 18 liter hingga 22 liter per hari dari dua ekor sapi yang dipeliharanya, saat ini dengan kondisi pakan yang kurang maksimal produksi susu hanya sekitar 16 liter hingga 18 liter saja per harinya. Harga susu setiap liternya hanya Rp 6.000. “Makanya kalau produksi susu sekitar 10 liter saja per hari maka pendapatan hanya skeitar Rp 60.000 per hari, itu belum dikurangi pakan dan upah kerja,” ungkap Sueb. Ketua Kelompok tani sapi perah Mekar Mulya, Asep Abdul Muis membenarkan turunnya produksi susu tersebut, bila produksi susu meningkat minimalnya 1.000 liter maka petani bisa mengirim susuk langsung ke pabrik. Sementara ini susu dikirim melalui Kabupaten Kuningan. Sedangkan jumlah sapi di kelompoknya di Desa Margamulya sebanyak 198 ekor, namun yang produktif saat ini hanya sebanyak 108 ekor. Sapi tersebut berasal dari bantuan pemerintah beberapa tahun lalu.(Tati Purnawati/A-147)***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat