kievskiy.org

Selama 2015, Sembilan KLB Terjadi di Cianjur

SEORANG anak dirawat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur, beberapa waktu lalu. Dinas Kesehatan mencatat, terjadi sembilan kejadian luar biasa sepanjang 2015 di Cianjur.*
SEORANG anak dirawat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur, beberapa waktu lalu. Dinas Kesehatan mencatat, terjadi sembilan kejadian luar biasa sepanjang 2015 di Cianjur.*

CIANJUR, (PRLM).-Jumlah kasus kejadian luar biasa di Kabupaten Cianjur menurun. Namun, jumlah korban tetap tinggi. Sepanjang 2015, telah terjadi 9 kejadian luar biasa yang menimpa 288 orang. Satu orang di antaranya meninggal dunia. Kejadian luar biasa ini meliputi kasus serta penyakit yang ditemukan di masyarakat, yakni campak, dipteri, tetanus dan keracunan. Berdasarkan data Dinas Kabupaten Cianjur, kasus keracunan menjadi yang tertinggi. Dibandingkan tahun 2014, jumlah kasus keracunan pada 2015 meningkat menjadi empat kasus. Sebanyak 270 orang mengalami keracunan massal di 2015. "Keracunan ini berbeda dengan kejadian luar biasa lain yang dapat diantisipasi. Kalau keracunan ini sifatnya kejadian yang tidak diduga namun melihat momentum. Biasanya banyak terjadi saat musim nikah, atau ada acara besar lain," kata Kepala Seksi Surveilan Epidemologi Bidang Pengendalian Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Asep Helmiono kepada "PRLM", Rabu (6/1/2015). Kasus keracunan tertinggi terjadi di Desa Cijedil Kecamatan Cugenang pada Februari 2015. Sebanyak 106 orang warga menjadi korban pada kejadian tersebut. Warga mengalami keracunan setelah menyantap nasi tumpeng dalam sebuah kegiatan. Kasus tertinggi kedua terjadi di Desa Sindangkerta Kecamatan Pagelaran, saat 73 orang mengalami keracunan massal. "Ini sama karena nasi tumpeng. Bisa terjadi diakibatkan pengolahan makanan kemudian terkontaminasi bakteri di dalamnya. Dibandingkan tahun lalu, kali ini meningkat satu kasus keracunan," kata dia. Selain keracunan, kejadian luar biasa yang terjadi di Cianjur ini yakni kasus dipteri. Diungkapkan Asep, untuk kasus dipteri, Cianjur termasuk dalam daerah endemik. Setiap tahun, penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini selalu terjadi di Cianjur. Penyakit ini terbilang membahayakan karena meski hanya didapati satu kasus dipteri dalam satu tahun, misalnya, sudah bisa ditetapkan sebagai kejadian luar biasa. "Dipteri ini mirip gondokan yang terlihat di leher. Gejalanya pun mirip. Kalau sudah parah, tenggorokan bisa dilubangi untuk membuat saluran pernafasan baru. Tahun ini sebenarnya turun, dari biasanya 7-8 kasus per tahun, kini hanya 3 kasus," kata dia. Dipteri, kata Asep, merupakan penyakit menular. Biasanya terjadi pada anak yang tidak diimunisasi. "Dri hasil kasus beberapa tahun ini, daerah Cianjur yang menjadi endemis itu di Cipanas dan Cikalong," kata dia. Kejadian luar biasa pada 2015 ini telah merengut satu korban jiwa. Salah seorang bayi di Desa Jambudipa Kecamatan Warungkondang meninggal dunia akibat menderita tetanus. Sama halnya dengan dipteri, kata Asep, bayi itu terserang tetanus karena tidak diimunisasi. Selain itu, tetanus menyerang pada proses persalinan yang tidak steril. "Harusnya tetanus ini tidak terjadi karena kan ada vaksin. Bisa jadi sang ibu tidak divaksin atau pada pertolongan persalinan, terutama pada perawatan tali pusar itu tidak steril. Bahkan tidak boleh hanya bersih tapi harus steril. Saat ditelusuri, persalinannya di rumah dengan perlengkapan sedanya, yang diserang itu bayinya," kata dia. Tetanus biasanya menyerang pada bayi usia 1-28 hari. Gejalanya, bayi tidak bisa menyusui dan kejang rangsang. "Kalau kena rangsangan itu kejang, ada cahaya itu kejang, bahkan kena suara juga kejang. Semakin sering kejang, semakin parah karena sudah menyerang saraf," kata dia. Secara keseluruhan jumlah kasus kejadian luar biasa ini menurun signifikan. Dikatakan Asep, tahun lalu tercatat ada 20 kasus terjadi di Cianjur. Dengan sejumlah penanganan, kejadian luar biasa berhasil ditekan. Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cianjur Cecep Buldan mengatakan, kinerja Dinkes Cianjur telah maksimal karena dapat menekan jumlah kejadian luar biasa. Namun, kinerja tersebut meski tetap ditingkatkan. Pasalnya, mesti jumlahnya turun namun jumlah korbannya tetap tinggi. "Ini menjadi kewajiban dari Dinkes untuk menginventarisir kasus tersebut agar tidak terjadi lagi. Terutama keracunan. Kasusnya tinggi," kata dia. Sementara itu, Wakil Bupati Suranto mengatakan Dinkes harus menjalani tiga tahap penindakan yaitu dari mulai pencegahan, pengobatan dan terpenting perubahan budaya. "Perubahan prilaku hidup bersih dan sehat yang sulit tapi bukan berarti tidak bisa. Selama ini kami terus lakukan itu dan terus dilakukan. Utamanya seperti imunisasi, penggunaan air bersih dan hidup sehat," kata kepala daerah yang berprofesi dokter ini. (Tommi Andryandy/A-89)***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat