kievskiy.org

Warga Translok Menuntut Sertifikat Tanah

WARGA translok di Dusun Sukamaju, Desa Mekarjaya, Kabupaten Majalengkaduduk di depan rumah mereka. Mereka menuntuk pemerintah segera menyerahkan sertifikat kepemilikan tanah yang ditempatinya sejak 14 tahun lalu. Mereka kahwatir tanahnya digugat lagi oleh pemerintah untuk kepentingan BIJB maklum lokasi lahan mereka jaraknya berdekatan dengan lokasi pembangunan BIJB.*
WARGA translok di Dusun Sukamaju, Desa Mekarjaya, Kabupaten Majalengkaduduk di depan rumah mereka. Mereka menuntuk pemerintah segera menyerahkan sertifikat kepemilikan tanah yang ditempatinya sejak 14 tahun lalu. Mereka kahwatir tanahnya digugat lagi oleh pemerintah untuk kepentingan BIJB maklum lokasi lahan mereka jaraknya berdekatan dengan lokasi pembangunan BIJB.*

MAJALENGKA,(PRLM).- Ratusan warga transmigrasi lokal (Translok) di Dusun Sukamaju, Desa Mekarjaya, Kabupaten Majalengka menuntut pemerintah segera mengeluarkan sertifikat tanah yang mereka tempati serta lahan garapan yang sebelumnya pernah dijanjikan 14 tahun lalu. Warga Dusun Sukamaju ini adalah warga asal Kabupaten Majalengka yang bertransmigrasi ke wilayah Aceh, Dayak dan Poso, namun pada tahun di tahun 2000 muncul konflik antar warga di wilayah tersebut, hingga mereka akhirnya menyelamatkan diri kembali ke Kabupaten Majalengka tanpa membawa harta benda, namun di Majalengka sudah tidak memiliki harta benda karena cukup lama menetap di daerah transmigrasi. Tahun 2002 Pemerintah Kabupaten Majalengka menempatkan korban konfik tersebut menjadi transmigrasi lokal di sebuah kawasan milik Perhutani di Desa Mekarjaya yang kampungnya dinamai Dusun Sukamaju. Pemerintah kala itu menyediakan perumahan bagi semua warga serta air dan listrik, selain itu biaya hidup selama satu tahun, serta memberikan bantuan ternak untuk penghidupan warga. Menurut Suherman dan Kamin warga Dusun Sukamaju, saat itu pemerintah juga berjanji akan memberikan surat-surat kepemilikan tanah yang mereka tempati serta lahan garapan masing-masing seluas 1 hektare, namun janji tersebut hingga kini belum dipenuhi pemerintah. Rumah yang ditempati kini tidak bertuan, masyarakat yang menempati hanya membayar Pajak Bumi dan Bangunan yang ditagih aparat desa setiap tahun. “Di SPPT sudah nama masing-masing kepala keluarga, namun sertifikat sejak kami tempati belasan tahun lalu belum kami pegang, belum kami miliki,“ ungkap Suherman. Makanya menurut dia semua masyarakat berharap pemerintah bisa menepati janjinya dengan memberikan hak kepemilikan tanahd an lahan garapan. Karena tidak memiliki lahan garapan kini hampir sebagian ebsar warga translok bermata pencaharians ebagai buruh tani yang upahnya antara Rp 30.000 untuk tenaga perempuan dan Rp 50.000 untuk tenaga kerja laki-laki. Bila saja memiliki lahan garapan warga akan lebih sejahtera karena akan dengan sangat leluasa mengolah lahan sendiri, bisa menaminya dengan aneka tanaman yang akan membawa dampak pada kesejahteraan keluarga masing-masing. Ada persoalan lain menurut Kamin yang belakangan dikhawatirkan sekitar 150 keluarga translok terkait dengan pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat, khawatir tanah mereka dirampas untuk kepentingan BIJB sementara masyarakat tidak akan bisa menolak karena tidak memiliki bukti kepemilikan yang sah. “Lahan yang kami tempati ini seluas 7 hektare statusnya milik Pemerintah Daerah, makanya kami kahwatir bila ini suatu waktu diambil alih kembali, kami tidak akan bisa bertahan karena bukti kepemilikan tidak ada,” kata Kamin. Kepala Desa Mekarjaya, Samsudin berharap pemerintah bisa memenuhi keinginan warga. Pemerintah harus segera menerbitkan sertifikat tanah yang mereka tempati masing-masing seluas 30 m X 60 m sesuai kapling yang diberikan sebelumnya. “Saat ini ada kecemasan warga lahan merekadiambil lagi oleh pemerintah untuk kepentingan BIJB, kekhawatiran tersebut wajar karena letak lokasi bandara dengan pemikiman mereka cukup dekat,” kata Samsudin. Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja Di Dinas Sosial tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Majalengka Dedi Komaludin disertai Kasie Transmigrasi Aan Suandi membenarkan semua lahan translok belum disertifikatkan, pasalnya proses peralihan dari Pemerintah ke masyarakat belum dilakukan DPRD Kabupaten Majalengka. “Ada persoalan yang harus diluruskan juga di warga translok ini, karena hasil pemutahiran data tahun 2014, dari jumlah translok 150 KK yang asli tinggal 43 KK, selebihnya sudah beralih kepemilikan, mereka berasal dari berbagai daerah seperti Indramayu dan Subang,” jalas Aan. Soal lahan garapan menurut Aan sebetulnya warga sudah diberikan lahan garapan di Blok Sahbandar kerjasama antara Perhutani dengan warga, namun warga ternyata keberatan dengan alasan jarak yang terlalu jauh mencapai 3 km, sehingga lahan garapan yang sudah diukur saat mereka menempati pemukiman akhirnya di garap petani lain.(Tati Purnawati/A-147)***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat