SUMEDANG, (PRLM).- Hutan lindung di sepanjang Jalan Cadaspangeran di kawasan hutan Perhutani Kawasan Pemangkuan Hutan (KPH) Sumedang Resor Pemangkuan Hutan (RPH) Rancakalong, rawan pohon tumbang dan longsor.
Seperti halnya pohon tumbang yang terjadi Sabtu (27/2/2016) tengah malam lalu sekira pukul 23.30. Pohon kiara yang sudah berumur ratusan tahun, tumbang ke bahu Jalan Cadaspangeran di Kecamatan Pamulihan.
Beruntung tidak ada korban jiwa maupun luka-luka akibat pohon tumbang tersebut, karena tumbang ke bahu jalan sebelah kiri dari arah Bandung ke Cirebon, sehingga tak sampai menutup badan jalan dan memacetkan kendaraan.
"Hasil pendataan, pohon yang rawan tumbang sebanyak 78 pohon"
“Pohon tumbang ini, akibat sudah tua dan lapuk. Apalagi kondisinya hanya menempel di tebing cadas. Pohon tumbang ini terjadi saat hujan besar,” kata Kepala Resor Pemangkuan Hutan (RPH) Rancakalong, Perhutani KPH Sumedang, Pendi Sutisna di lokasi pohon tumbang di Jalan Cadaspangeran, Senin (29/2/2016).
Menurut Pendi, pohon kiara tersebut sangat besar dengan lingkaran sekitar 4 meter. Karena pohonnya besar, sehingga upaya pembersihannya dipotong-potong dengan mesin chainsaw. Sehubungan lokasinya berada di kawasan hutan lindung, sehingga potongan pohonnya akan diamankan dan diangkut ke kantor Perhutani KPH Sumedang sebagai barang bukti.
“Sebetulnya, aturan pohon tumbang di hutan lindung atau kawasan konservasi tidak boleh dipotong apalagi dibawa. Harus dibiarkan apa adanya, secara alami. Akan tetapi, karena pohonnya tumbang di pinggir jalan sehingga harus dibersihkan supaya tidak membahayakan dan mengganggu arus lalu lintas kendaraan,” ujarnya.
Pendi mengatakan, kawasan hutan lindung di sepanjang Jalan Cadaspangeran mulai daerah Cigendel Kecamatan Pamulihan sampai Pasirucing, Kecamatan Sumedang Selatan, rawan pohon tumbang. Guna mengantisipasinya, tahun 2014 lalu RPH Rancakalong sudah mendata pohon-pohon tua yang rawan tumbang. Hasil pendataan, pohon yang rawan tumbang sebanyak 78 pohon. Dari pohon sebanyak itu, 37 pohon di antaranya sudah ditebang karena membahayakan. (Adang Jukardi/A-88)***