kievskiy.org

Warga Ligung Membayar PBB dengan Sampah

SEJUMLAH warga Desa Ligung, Kecamatan Ligung, Kabupaten Majalengka menghitung uang setelah menyetor sampah ke Bank Sampah Resik. Di Desa Ligung warga membuat bank sampah yang hasilnya digunakan untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan.***
SEJUMLAH warga Desa Ligung, Kecamatan Ligung, Kabupaten Majalengka menghitung uang setelah menyetor sampah ke Bank Sampah Resik. Di Desa Ligung warga membuat bank sampah yang hasilnya digunakan untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan.***

MAJALENGKA,(PR).- Ratusan warga Desa Ligung, Kecamatan Ligung, Kabupaten Majalengka tak lagi dipusingkan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pajak dibayar lunas dari sampah yang disetor ke bank sampah. Bank sampah "Resik" yang digagas tokoh pemuda setempat, Feri Fadrian dan Babinsa Ligung, Pelda Dedi Suryadi ini berdiri tahun 2014. Berawal dari keprihatinan mereka atas tumpukan sampah di sungai. Di musim penghujan, sampah kerap menyumbat saluran air dan sungai. Tak hanya itu, kebiasaan membuang sampah sembarangan membuat sampah menumpuk di sekeliling rumah. Feri kemudian mengajak lima orang temannya untuk memunguti sampah plastik yang ada di dekat pemukiman warga sambil meminta warga setempat untuk mengumpulkan sampah di pinggir rumah. Hal itu ternyata kurang efektif karena masih saja banyak warga yang membuang sampah sembarangan. "Pak Dedi kemudian melihat kegiatan kami hingga akhirnya membantu kami untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat,” ungkap Feri. Dengan sosialisasi tersebut akhirnya ratusan orang mengikuti himbauan Babinsa, warga setempat berupaya mengumpulkan sampah di pinggir rumahnya. Setelah itu sampah diambil Feri ke rumah-rumah sambil ditimbang berapa banyak sampah yang dikumpulkan setiap warga, setelah itu dicatat dan esoknya diberikan uang hasil pengumpulan sampahnya. Sejak itu warga tertarik mengumpulkan sampah. Semakin lama, pengumpul sampah semakin banyak hingga 160 orang. Jumlahitu sudah meningkat pesat. Saat ini jumlahnya sudah 630 orang. Mekanisme pembayaran uang sampahpun terus diperbaiki. Masyarakat terus mengumpulkan sampah dan bank sampah mencatat setiap setoran sampah sari masyarakat, seberapa banyak jenis sampah yang dikumpulkannya serta seberapa besar nilai uang yang harus diterimanya. “Warga hanya menyimpan sampah dan kami mencatat seluruh sampah yang disetor masing-masing. Wargapun diberikan buku catatan tabungan sampahnya layaknya menyimpan uang tabungan di bank yang uangnya bisa diambil setiap saat,” jelas Feri. Warga kini bisa langsung membawa sampahnya ke depot sampah. Bagi warga yang rumahnya jauh, sampah diambil becak bermotor bertuliskan 'Bank Sampah'. Sampah-sampah hasil pengumpulan dari warga dipilah sesuai jenisnya. Ada besi, plastik air mineral, kertas atau karton, dan lainnya. Kemasan air mineral harganya Rp 1.000 per kg. Sementara untuk kerta harganya bervariasi antara Rp 1.000-2.000 per kg bergantung pada jenis kertasnya. Hingga saat ini pengelolaan keuangan masyarakat di bank sampah mencapai sekitar Rp 5.000.000. “Sekarang setiap sore hari sepulang dari sawah atau kebun, warga berdatangan ke bank sampah mengirimkan sampahnya masing-masing,” ujar Feri. Dengan cara seperti ini menurut Feri dan Dedi lingkungan pemukiman warga bersih dari sampah plastik. Tinggal bagaimana mengalola sampah organik. Uang hasil pengumpulan sampah dipergunakan untuk biaya pendidikan anak, serta pembayaran uang PBB sehingga saat ada penagihan PBB tahunan dari desa, bank sampahlah yang akan membayarnya. “Jadi ada beberapa warga yang tetap menyimpan uangnya di bank sampah, dan uangnya diperuntukan bagi pembayaran PBB ada pula yang dipergunakan untuk membeli buku anak-anak saat masuk sekolah,” kata Feri. Junani warga Ligung yang menjadi anggota bank sampah sejak setahun yang lalu mengaku sudah memiliki tabungan sampah sebesar Rp 120.000. Uangnya dia tabung untuk membeli buku anaknya saat masuk sekolah nanti. “Ya seperti membuang sampah tapi dapat uang saja," kata Junani.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat