kievskiy.org

Banjir Bandang Garut karena Alih Fungsi Lahan di Hulu Sungai Cimanuk

GARUT, (PR).- Banjir bandang yang terjadi di Garut Selasa, 20 September 2016 malam sudah diprediksi setidaknya sejak dua tahun lalu. Hal tersebut diungkapkan Ketua I Forum Jawa Barat Selatan Suryaman Anang, Rabu 21 September 2016. Suryaman menyatakan, salah satu penyebab banjir bandang adalah alih fungsi lahan di hulu Sungai Cimanuk yang berada di Kecamatan Cikajang. Alih fungsi terjadi karena kurangnya pengawasan serta pemeliharaan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat terhadap lahan perkebunan yang dikelolanya. “Sudah lama diprediksi kalau bencana akan terjadi karena alih fungsi lahan dan akhirnya banjir bandang dengan banyak korban jiwa terjadi sekarang,” katanya. Suryaman menyatakan, pihaknya telah melayangkan kritik terhadap Gubernur Jawa Barat yang dinilainya melakukan kelalaian dan pembiaran terhadap aset milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat di Kecamatan Cikajang. Banjir bandang bukan baru kali ini terjadi. Tahun 2011, banjir bandang di daerah aliran Sungai Cimanuk telah menghanyutkan 3 rumah di desa Simpang. Tahun 2014, banjir lumpur telah merendam sedikitnya 720 unit rumah, 95 kolam ikan, ternak, sapi dan domba bahkan mengnyutkan 7 unit rumah dan 35 unit rumah lainnya rusak. Sementara itu, tokoh masyarakat Cikajang, Asep Sopyan menyatakan, pada 2008, tanah Hak Guna Usaha Perusahaan Daerah Agribisnis dan Pertambangan (PDAP) Perkebunan Teh Pamegatan yang berada di Kecamatan Cikajang, Cigedug, dan Banjarwangi milik Pemprov Jabar memiliki luas sekira 1.070 ha dari sebelumnya 1.947 ha. ”Kondisinya saat itu kurang terpelihara dalam segi pengelolaannya. Karena pembiaran tersebut, tahun 2010, lahan tersebut hanya tersisa seluas 782 ha. Lahan yang semula digunakan sebagai perkebunan teh itu, 60 persennya telah digunakan sebagai lahan pertanian tanaman holtikultura oleh masyarakat,” kata Asep, Rabu 21 September 2016. HGU lahan tersebut habis tahun 2012 tetapi karena kondisi perkebunan teh yang sudah tidak produktif lagi, lahan pun dikuasasi oleh masyarakat secara ilegal secara tidak terkendali dan berpotensi menimbulkan bencana. Akhirnya, pada November 2010, Forum Jawa Barat Selatan menyampaikan surat resmi kepada Gubernur Jawa Barat dengan nomor 106/BLJ-E/X/2010 perihal saran, masukan, dan pernyataan sikap. Salah satu poinnya yaitu memnta agar lahan tersebut dibagi menjadi 3 zona peruntukan di antaranya lahan yang layak untuk pertanian sayuran, perkebunan dan konservasi, juga lahan yang bisa dijadikan permukiman masyarakat. ”Kami sudah memberikan saran dan masukan itu sejak 2010 lalu namun Bapak Gubernur sama sekali tidak merespons pernyatan sikap kami,” kata Asep. Menurutnya, luas lahan PDAP Perkebunan Teh Pamegatan semakin menyempit. Pada September 2014, seluruh lahan tersebut habis dan hanya menyisakan bangunan pabrik teh serta mes pekerja. Kecamatan Cikajang memiliki dua hulu DAS Cimanuk sehingga akan selalu dihadapkan dengan bencana karena sekira 1.300 ha lahan perkebunan yang ada di seputaran DAS tersebut telah beralih fungsi. Dampak lingkungannya tidak hanya dirasakan masyarakat Cikajang tetapi meluas hingga ke kabupaten lain. Banjir kerap melanda masyarakat di kawasan hilir sungainya. Banjir rutin terjadi di Desa Mekarjaya, Girijaya, Cikajang, dan Tanjungjaya Banjarwangi setiap musim hujan tiba. (Nia Yuniati)***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat