kievskiy.org

Tak Ada Jaminan Keamanan dari Polri

SEBAGIAN petani dari Desa Wanajaya, Kecataman Teluk Jambe, Kabupaten Karawang, tengah bercengkrama di Kantor YLBI Jakarta, Minggu 6 November 2016. Karena ketakutan mendapat teror akibat sengketa lahan, ratusan petani ini tak berani pulang ke kampungnya.*
SEBAGIAN petani dari Desa Wanajaya, Kecataman Teluk Jambe, Kabupaten Karawang, tengah bercengkrama di Kantor YLBI Jakarta, Minggu 6 November 2016. Karena ketakutan mendapat teror akibat sengketa lahan, ratusan petani ini tak berani pulang ke kampungnya.*

JAKARTA, (PR),- Staf divisi advokasi hak ekonomi sosial budaya Kontras, Rivanlee Anandar, yang juga mengadvokasi petani dari Desa Wanajaya, Kecamatan Telukjambe, Kabupaten Karawang, menuturkan dalam mengupayakan keadilan untuk petani Karawang, Kontras sudah mendatangi Mabes Polri. Namun sayangnya, Polri hanya berpegang pada sertifikat HGB perusahaan yakni HGB 05, 11, dan 30.

"Sehingga tujuan kami meminta jaminan keamanan untuk warga nihil," kata Rivan di Jakarta, Senin 7 November 2016.

Upaya lain kemudian ditempuh dengan mendesak Kementerian ATR/BPN untuk kejelasan surat terkait status quo lahan tersebut. "Seharusnya Pemda setempat juga melihat surat keputusan menteri yang menyatakan lahan tersebut sedang status quo dan mulai memediasi kedua belah pihak. Kami juga mendesak Kapolda Jabar dan Kapolres Karawang terkait kasus tersebut," ucapnya.

Sengketa lahan antara petani Telukjambe Barat dengan PT Pertiwi Lestari memang telah berlangsung lama. Berdasarkan informasi yang diterima "PR" dari STN, PT Pertiwi Lestari memegang HGB atas tanah seluas 791 hektare itu sejak 1998. Tapi PT Pertiwi Lestari tidak melakukan kegiatan apapun.

Sementara warga telah menggarap lahan tersebut sejak tahun 1960. Lahan itu sejatinya adalah lahan milik perusahaan Belanda, PT Tegalwaru Landen yang dinasionalisasi pasca era kemerdekaan. Pada tahun 1970 hingga 1990-an pemerintah mendistribusikan tanah ke petani. Namun, distribusi tanah itu tidak merata. Ada yang mendapatkan sertifikat, ada yang tidak mempunyai sertifikat.

Kondisi terkini berdasarkan informasi STN, pihak perusahaan semakin leluasa mengambil alih lahan karena warga sudah meninggalkannya. Mereka menutup jalan umum dengan memasang pintu gerbang serta membongkar rumah warga untuk dijadikan sebagai posko.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat