kievskiy.org

Mafia Air Sabet Aliran dari Waduk Jatigede

SUASANA rapat antisipasi kekeringan di kantor Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung (BBWS Cimancis) Selasa, 30 Mei 2017.*
SUASANA rapat antisipasi kekeringan di kantor Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung (BBWS Cimancis) Selasa, 30 Mei 2017.*

CIREBON, (PR).- Mafia air yang berkuasa dari mulai Bendung Rentang sampai hilir di Kabupaten Cirebon, meresahkan petani. Meski dari Waduk Jatigede debit air yang digelontorkan besar, yang sampai ke hilir, debit yang tersisa  jauh dari kebutuhan.

Mafia air yang selalu beroperasi saat kemarau, sebenarnya sudah berlangsung puluhan tahun. Namun lemahnya penegakan hukum, membuat aksi mereka selalu berulang setiap tahun, bahkan semakin merajalela. Aksi preman air yang meresahkan petani tersebut terungkap saat rapat antisipasi kekeringan di kantor Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung (BBWS Cimancis) Selasa, 30 Mei 2017.

Rapat yang dihadiri lintas dinas dari Kabupaten Cirebon, Indramayu dan Majalengka serta Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air dan Komisi Irigasi serta organisasi petani. Rapat dipimpin langsung Kepala BBWS Cimancis Charizal Akdian Manu.

Dalam rapat juga terungkap, jaringan mafia penguasa air, dari tingkat paling rendah sampai paling tinggi. Permainan mafia sudah dimulai dari oknum di Bendung Rentang. Diduga, untuk bisa membuka pintu air di luar jadwal alokasi masing-masing daerah, ada tarif yang dikenakan.

Selain di Bendung Rentang, titik rawan permainan mafia juga ada di Saluran Induk Sindupraja yang membagi alokasi untuk Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Dalam praktiknya, gelontoran air dari Waduk Jatigede dibuang ke pembuangan.

"Sehingga yang terjadi di saluran irigasi air sangat sedikit, tapi malah melimpah di pembuangan," ungkap Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Kabupaten (HKTI) Cirebon Tasrip Abu Bakar.

Menurut Tasrip, untuk bisa mengakses air di pembuangan itu, petani terpaksa nego dengan para preman. Diakui Tasrip, petani mau tidak mau harus mengeluarkan uang agar bisa mendapatkan air. Apalagi pada saat kondisi tanaman padi sedang umur bunting, sekitar 80 hari, yang sangat membutuhkan air.

"Tarifnya sekitar Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta per hektar lahan," katanya.

Pengakuan serupa diungkapkan Ketua HKTI Kabupaten Indramayu Karno. Menurut Karno, berapa besarpun air yang digelontorkan dari Jatigede, selama mafia belum diberantas, para mafia airlah yang akan kaya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat