DEPOK, (PR).- Tindakan represif aparat Kepolisian Resort Kota Depok menangkap para anggota Geng Jepang yang terlibat aksi kriminal tak menyentuh akar persoalan sesungguhnya. Geng motor muncul karena minimnya ruang publik bagi kaum muda berekspresi di Depok.
Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Indonesia Daisy Indira menilai, munculnya fenomena berandalan motor dimulai saat kaum muda membentuk identitas diri.
"Mereka perlu ruang untuk ekspresi dan menunjukkan identitas," kata Daisy saat dihubungi, Kamis 28 Desember 2017. Karena akses terhadap sepeda motor gampang diperoleh dan kesamaan hobi, pembentukan identitas berlanjut menjadi kegiatan kolektif kelompok
"Jadi identitas dibangun dalam kegiatan bermotor ini," ucapnya. Dalam perjalanannya, lanjut Daisy, mulai terjadi penyimpangan-penyimpangan mengarah aksi kriminalitas. "Kadang aksi - aksi kriminalitas itu kaya aksi uji nyali, kedua memperkuat solidaritas (kelompok)," ujarnya.
Kriminalitas menjadi cara berandalan bermotor seperti Geng Jepang memperteguh kesolidan anggota dan identitas yang ditakuti masyarakat. "Upaya represif yang dilakukan kepolisian hanya pereda sementara tetapi tak bisa meredam keseluruhan," kata Daisy.
Efek jera pun hanya berlangsung sementara karena penanganan tak menyasar akar persoalan. Secara demografi, tutur Daisy, kaum muda mendominasi jumlah penduduk terbanyak pada suatu wilayah. Mereka memiliki energi yang berlebih sehingga perlu penyaluran kepada kegiatan yang positif.
Di sini, Pemerintah Kota Depok harus memilik peran memperbanyak ruang ekspresi postif kaum muda dan mempermudah akses penggunaannya. Daisy mencontohkan, para penggemar motor bisa disalurkan dalam klub - klub yang memiliki kegiatan positif.
Penyediaan taman atau ruang terbuka hijau yang mudah digunakan kaum muda menyalurkan hobi dan berbagi kegiatan bisa mencegah munculnya berandalan - berandalan bermotor.