PENERBITAN media Islam Sunda pada periode antara tahun 1920-an hingga tahun 1950-an bisa dikatakan tidak terlepas dari peranan para kiai atau ajengan. Banyak di antara kiai atau alim ulama di Tatar Sunda yang terlibat baik sebagai anggota dewan redaksi maupun kontributor tulisan pada media yang dibantunya.
Dari media yang terbit pada tahun 1920-an, kita mendapatkan nama-nama kiai sebagai berikut: Al-Imtisal yang diterbitkan oleh Perkoempoelan Goeroe Ngadji di Tasikmalaya ini dipimpin oleh RHM Saleh (Memed) yang merupakan ”Kiai Babakan Sumedang, Tasikmalaya”. Selain itu, Memed dibantu oleh para kiai, antara lain HM Pachroerozi (Sukalaya), H Mh Holil (Leuwidahu), HM Sobandi (Ajengan District Panumbangan), HM Mansoer (Sukawarsi), HM Sjabandi (Kiai Cilenga), dan H Mh Zarkasjie (Jajaway).
Tjahaja Islam yang mulai terbit pada 1 Juli 1930 setali tiga uang. Majalah yang bersuluk ”Soerat kabar agama Islam Madzhab Ahli Soennah waldjamaah” serta dipimpin Moeh Anwar Sanuci ini didukung oleh anggota dewan redaksi yang terdiri atas HM Djakaria (Kiai Cilame), HM Romli (Kiai Haurkuning), dan Mh Toechfah (guru agama Majalaya).
Kita juga bisa melihat pada penerbitan Al-Hidajatoel Islamijah yang mulai diterbitkan dan dipimpin oleh H Ahmad Sanoesi (Tanah Tinggi, Senen, Batavia) sejak Januari 1931. Penerbitan majalah yang bersuluk ”Pitoedoeh Djalan-djalanna dina Agama Islam, Panjapoe Kokotor Roentah2 Kasasaran dina Agama Islam” ini dibantu oleh para kontributor (medewerkers) yang rata-rata terdiri atas para ajengan.
Semuanya ada sepuluh orang, yaitu H Badroeddin (Kadudampit), Ajengan Mh Nahrowi (Cantayan), Ajengan Mh Soedjai (Kadudampit), Ajengan Hadji Sjafe’I (Pangkalan), H Ahmad Dasoeki (Karangtengah), Moe’alim Mh Sanoesi (Cantayan), H Ahmad Widjaja (Karangtengah), Ajengan Hadji Rifa’I (Burahol), Hadji Qoemaroeddin (Ranji), dan Hadji Soleh (Bantar Karet).
Majalah Al-Moe’min yang terbit di Cianjur sejak 5 Juli 1932 pun tidak terlepas dari peran para ajengan dan guru agama Islam lainnya. Pada penerbitannya yang memasuki tahun kelima, yaitu 1 Januari 1936, dalam kotak redaksi ada keterangan yang menyatakan bahwa direktur sekaligus pemimpin redaksi Wira Sendjaja didukung oleh para ajengan dan para guru agama (”Dirodjong koe para adjengan sareng para goeroe agama”).
Demikian pula yang terjadi pada Al-Moechtar, yang terbit sejak 1933 di Tasikmalaya. Bahkan dalam edisi pertamanya, ada pernyataan yang sangat mendukung hal tersebut. Katanya, diterbitkannya Al-Moechtar pada 1 Januari 1933 itu, adalah hasil permufakatan 17 orang yang rata-rata merupakan kiai (”Ngadegna ieu AM kalawan moepakatna sareng pingpinan djoeragan-djoeragan anoe maroelja anoe kasebat di handap ieu”).
Selengkapnya ke-17 orang tersebut adalah HM Soedjai (Ajengan Kudang, Tasikmalaya), HM Nahrowi (Ajengan Keresek, Cibatu, Garut), RHM Dimjati (Ajengan Sukamiskin, Bandung), RHM Adjhoeri (Ajengan Manonjaya), H Achmad Sanoesie (Ajengan Tanah Tinggi, Batavia), RHM Noch (Kaum Cianjur), RHM Aon (Ajengan Mangunreja), R Kd Ardiwinata (Tegallega, Bandung), HZ Hasan (Ajengan Mancogeh, Tasikmalaya), H Achmad Hidajat (Ajengan Cikoneng, Ciamis), H Abdul Goffar (Ajengan Ciroyom, Tasikmalaya), Haroen Arrasjid (guru sakola Bahrain, Tasikmalaya), SWAR Hassan (Bandung), M Kd Mangoendimadja (Tegallega, Bandung), Hoesien (Ajengan Cicalengka), H Sobandi (Ajengan Panumbangan), dan HM Bakri (Ajengan Cikalang, Tasikmalaya).