HIDAYAT (42) masih bisa mengingat kondisi Cinere pada sekitar 1983-an. Saat itu, Staf bagian pemerintahan Kecamatan Cinere tersebut masih bocah yang gandrung bermain sepak bola.
Pembebasan lahan guna kepentingan pembangunan tengah marak di Cinere. Sawah, empang dan rawa yang dulunya menghiasi Cinere lenyap berganti berbagai perumahan. Ya, Cinere mulai diserbu para pendatang asal Jakarta untuk dijadikan tempat bermukim waktu itu.
Namun, Hidayat kecil justru berbahagia. Pasalnya, bekas urukan tanah yang menimbun sawah, empang, rawa menjadi lapangan bola baru. "Tempat kita main (bola)," ucap Hidayat di Kantor Kecamatan Cinere, Jalan Bukit Cinere, Kota Depok, Kamis 31 Mei 2018.
Seiring maraknya pembangunan berbagai pemukiman elit, Cinere pun kehilangan hamparan sawah, perkebunan kareta serta rawa-rawanya. Kenangan bentang alam tersebut masih terpatri pada diri Hidayat.
Dulu, tutur Hidayat, sawah masih menghampar di depan kawasan Mal Cinere yang saat itu belum berdiri. Kawasan tersebut merupakan tempat tinggal awal Hidayat. Dia terpaksa berpindah ke Jalan Persatuan setelah orang tuanya menjual lahan kepada pengembang.
Kini, lanjut Hidayat, keberadaan sawah semakin langka di Cinere. Sedangkan perkebunan karet telah lama lenyap. Wilayah Depok yang berbatasan langsung dengan Tangerang Selatan dan Jakarta Selatan tersebut menjadi surga bagi pemukiman pendatang.
Pembangunan apartemen, cluster (kompleks perumahan kecil) terus menjamur di sana. Pemandangan Cinere tempo dulu pun hanya menjadi cerita dan kenangan pada diri Hidayat.
![](https://kievskiy.org/#STATIC#/public/image/2018/06/cinere-3.jpg)
Persoalan identitas
Persoalan identitas wilayah juga menyeruak di Cinere. Kendati berstatus kecamatan di Depok, Cinere lebih identik dengan Jakarta. "Kita sendiri bingung dulu, tiba-tiba kok ada di Depok kita ini, padahal kita secara kultur, secara perasaan itu lebih dekat Jakarta," ucap Hidayat.