kievskiy.org

Kejahatan Seksual Merebak, Depok Belum Punya Perda Perempuan dan Anak

DEPOK, (PR).- Maraknya kejahatan seksual terhadap perempuan di Kota Depok merupakan fenomena gunung es. Kasus kejahatan tersebut diperkirakan menimpa banyak korban. Namun, minimnya sosialisasi sarana pengaduan dan keengganan korban melapor membuat tak semua kasus terungkap.

Anggota Komisi D DPRD Depok Sahat Farida Berlian mengungkapkan, jumlah kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan mencapai 60 kasus dalam kurun Januari-Juni 2018. Dia merujuk laporan yang diterimanya dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Depok.

"‎Dari 60 kasus yang dilaporkan ke P2TP2A, ada 40 kasus kekerasan seksual," ucap Sahat saat dihubungi, Jumat 20 Juli 2018.

Kasus kekerasan seksual tersebut berupa pemerkosaan, pelecehan dan kekerasan psikis yang diterima perempuan. Sahat meyakini jumlah korban lebih banyak lagi karena tak melapor. Pasalnya, sarana pelaporan di Pemkot Depok tak tersentralisasi dan minim sosialisasi.

"Orang harus mencari misalnya call center, (ketersediaan) petugas yang sigap," ucapnya. Berbagai prosedur birokrasi berliku pun mesti ditempuh korban saat ingin melapor ke Pemkot Depok. 

Akibatnya, korban enggan melapor karena sarana yang tersedia tak mudah diakses. Selain itu, Sahat menyoroti minimnya sosialisasi pusat pelaporan tersebut.

‎"Call center ada, tetapi enggak populer, sekadar ada tetapi tidak mengada," ucapnya.

Berbagai kasus kejahatan seksual terhadap perempuan tak muncul ke permukaan. Selain permasalahan sarana, cara pandang masyarakat terhadap korban juga turut andil terhadap tak terungkapnya kasus-kasus itu. "Ini seolah-olah isu korban doang, padahal ini isu bersama," ucapnya. 

Sahat menambahkan, Depok pun masuk dalam zona merah karena tidak aman dan nyaman bagi anak dan perempuan. Dia mencontohkan, permasalahan infrastruktur kota yang berdampak pada munculnya potensi kejahatan tersebut.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat