CIBINONG, (PR).- Massa dari Aliansi Gerakan Jalur Tambang berencana menutup jalan yang melewati Kecamatan Rumpin, Gunung Sindur dan Parungpanjang dari truk pengangkut hasil tambang pasir. Namun, aksi tersebut mendapatkan respons pro dan kontra dari masyarakat setempat.
Ketua Umum AGJT Junaedi Adhi Putra meyakinkan aksinya untuk kepentingan bersama. "Karena tuntutan kita adalah jalur khusus tambang yang sebenarnya memperjuangkan nasib para supir, pengusaha quarry (tambang pasir) dan tambang agar tidak berkonflik dengan warga," kata Junaedi, Senin, 6 Agustus 2018.
Sebagian besar masyarakat diyakini mengerti dengan tujuan aksi tersebut. Terutama setelah mereka menyosialisasikan gerakannya melalui media massa, pendekatan langsung dalam diskusi hingga unjuk rasa di kantor pemerintahan daerah bulan lalu. Junaedi berencana menutup jalan tersebut setelah tidak ada penyelesaian dari pemerintah daerah.
AGJT memberikan batas waktu hingga awal pekan ini kepada pemerintah daerah setempat, namun belum juga ada tindakan sesuai usulan mereka. Khususnya, terkait pengaturan jam operasional truk pengangkut tambang pada pukul 20.00-4.00. Bahkan, rapat pembahasan yang dijadwalkan Senin ini juga batal.
Di sisi lain, aksi penolakan dari kelompok masyarakat terdampak jalan rusak di tiga kecamatan itu juga mendapat penentangan dari warga yang mendukung aktivitas tambang. Junaedi mengakui sebagian besar warga menggantungkan hidup dari aktivitas pertambangan khususnya yang berada di wilayah Rumpin dan Parung Panjang.
"Warga yang memang bergantung di usaha tambang hanya di sektor bawah seperti supir, buruh harian, kuli angkut. Bukan (pekerja) produksi," kata Junaedi. Selain itu, ia mengakui banyak di antara warga yang melakukan pungutan liar terhadap truk pengangkut tambang selama bertahun-tahun lamanya.
Sementara di wilayah Kecamatan Gunung Sindur, tidak banyak masyarakat yang memanfaatkan aktivitas pengangkut tambang. Camat Yodi Ermaya mengakui mobilitas truk pengangkut tambang lebih banyak merugikan karena menyebabkan jalan rusak dan berdebu tebal.
"Gunung Sindur itu cuma lintasan. Masyarakat lebih memilih ada jalan tambang," kata Yodi. Ia menyebutkan kerusakan jalan di wilayah hampir setengah dari panjang jalan yang mencapai lima kilometer. Pemerintah hanya menganggarkan tiga miliar rupiah untuk perbaikan jalan sepanjang 800 meter tahun ini.
Pendapatan daerah
Pendapatan daerah dari retribusi pertambangan menurut Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor Dedi Bachtiar lebih banyak dari perusahaan semen dibandingkan pertambangan pasir. Ia menyebut pemerintah daerahnya mendapatkan bagi hasil pajak dari provinsi sebanyak Rp118 miliar per tahun.