CIREBON, (PR).- Kehancuran industri gula nasional khususnya Jawa Barat sudah di depan mata. Namun pemerintah dinilai malah tutup mata.
Sejumlah pihak bahkan menilai, pemerintah bukan hanya sekedar tutup mata, tetapi ikut menjerumuskan ke jurang kehancuran.
Sejumlah indikasi bisa menjadi tolok ukur penilaian tersebut. Di antaranya adalah kebijakan yang menyulitkan industri gula, dari mulai produksi sampai tata niaga gula.
Di Jawa Barat, dengan tutupnya pabrik gula di Subang tahun 2018 ini, praktis tinggal tersisa tiga pabrik gula, yakni dua di Cirebon dan satu di Majalengka.
Menurut Sekretaris Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jabar Haris Sukmawan, dari sisa tiga pabrik, tahun depan boleh jadi tersisa hanya satu.
“Tahun 2020 tidak tahu, masih ada yang tersisa tidak,“ ungkapnya, Rabu, 29 Agustus 2018.
Menurut pria yang kerap disapa Wawan itu, beberapa tahun belakangan ini kebijakan pemerintah semakin menjerumuskan petani tebu ke jurang kehancuran.
“Dari mulai dihapusnya kredit ketahanan pangan dan energi yang sangat dibutuhkan petani tahun 2015, kemudian janji revitalisasi pabrik gula yang tidak pernah ditepati, sampai dibukanya keran impor raw sugar di saat petani tebu sedang panen, dan rendahnya penetapan HPP,“ katanya.
Saat ini, lanjutnya, dari lahan tebu di Jabar yang semula 22.000 hektar, tersisa tinggal 10.000-11.000 ha, itupun tebu rakyat hanya 3.000-4.000 ha dan sisanya hak guna usaha (HGU).