kievskiy.org

Galian Pasir Kian Marak, Lingkungan Kota Tasikmalaya Makin Rusak

AKTIVITAS pengerukan pasir terlihat di sebuah bukit di Jalan Mangkubumi-Indihiang (Mangin), Kota Tasikmalaya, Senin 17 Desember 2018. Aktivitas pengusaha tambang pasir semakin ngagalaksak di tengah upaya konservasi perbukitan dan mata air Tasikmalaya./BAMBANG ARIFIANTO/PR
AKTIVITAS pengerukan pasir terlihat di sebuah bukit di Jalan Mangkubumi-Indihiang (Mangin), Kota Tasikmalaya, Senin 17 Desember 2018. Aktivitas pengusaha tambang pasir semakin ngagalaksak di tengah upaya konservasi perbukitan dan mata air Tasikmalaya./BAMBANG ARIFIANTO/PR

TASIKMALAYA, (PR).- Maraknya aktivitas penambangan pasir membuat kerusakan perbukitan dan lenyapnya mata air di Kota Tasikmalaya. Dinas Lingkungan Hidup Kota Tasikmalaya melakukan upaya penyelamatan dengan membeli atau membebaskan lahan 10 bukit yang terancam hilang karena menjamurnya penambangan.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tasikmalaya Dudi Mulyadi mengatakan, hasil kajian pada 2009 menunjukkan terdapat 15 bukit yang memiliki mata air. Bukit-bukit tersebut berada di wilayah Kecamatan Bungursari, Indihiang, Mangkubumi. Ancaman penghancuran demi kepentingan pengusaha tambang mengintai kawasan perbukitan itu. Dudi menyatakan, Dinas LH lalu melakukan upaya konservasi demi kelestariannya.

"Jadi menyelamatkan sumber mata air, terutama itu dari (ancaman) galian C," ujarnya saat ditemui di Kantor Dinas LH Kota Tasikmalaya, Jalan Noenoeng Tisnasaputra, Senin 17 Desember 2018. Konservasi dilakukan dengan cara membeli lahan perbukitan tersebut. Setelah menjadi  aset pemerintah, aktivitas penambangan pasir dilarang dengan radius 50 meter dari bukit.

Dari target 15 yang bakal dibebaskan, Dinas LH baru membeli 10 bukit dengan total luas 8,5 hektar. Sepuluh bukit tersebut adalah Kokosan, Hanjuang, Kiara, Tengah, Pondok, Bondan, Jambore, Bubut, Cilamajang, Putri. Bukit-bukit itu berada di wilayah Kecamatan Bungursari dan Mangkubumi.

Pembebasan dilakukan secara bertahap. Pasalnya, bukit tak hanya dimiliki satu warga saja. Petugas Dinas LH bahkan sempat kesulitan melakukan pembebasan karena banyaknya pemilik lahan. "Mending kalau yang punya satu pemilik, kita saja (bebaskan lahan) 1,2 hektar, pemiliknya (ada) 18," kata Dudi. 

Setiap tahun, pemerintah pun mengalokasi anggaran senilai Rp 1 miliar demi pembebasan bukit. "Kita upayakan (pembebasan) satu hektar satu tahun," tuturnya. LH mesti berlomba dengan waktu mengingat para pengusaha tambang juga gencar merayu warga untuk melepaskan lahan di bukit-bukit itu. Mereka merayu warga untuk menjual atau menyewakan bukit untuk ditambang.

Dalam berbagai kasus, pengusaha tambang bahkan berani membayar lebih tinggi atau mahal ketimbang pemerintah yang membeli berdasarkan taksiran tim appraisal.

Tak pelak, LH mensiasatinya dengan melakukan pendekatan dan memberikan penerangan kepada warga mengenai pentingnya bukit itu dibebaskan untuk kelestarian lingkungan.  Kendati mendapatkan uang lebih banyak dari hasil penjualan, warga bakal memperoleh risiko kehilangan mata air dan berbagai dampak lingkungan lain karena aktivitas tambang. Dudi menuturkan, penambangan berdampak pula kepada kerusakan infrastruktur jalan, pencemaran udara dan kebisingan. Beberapa mata air di Bungursari dan Paseh juga telah lenyap karena penambangan.

Padahal, mata air itu dimanfaatkan oleh warga untuk keperluannya. Penambangan ikut menghancurkan pepohonan yang menyerap air ke dalam tanah. Hilangnya pepohonan sama dengan lenyapnya kantung-kantung air tersebut.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat