kievskiy.org

Jadi Provinsi dengan Bencana Paling Lengkap, Jawa Barat  Wajib Serius Kendalikan Kerusakan Alam

SEJUMLAH petugas dari berbagai elemen bersama warga berupaya mengevakuasi rumah warga yang tertimbun tanah longsor di Kampung Garehong, Cimapag, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Selasa 1 Januari 2019. Sebanyak 30 rumah warga tertimbun longsor yang terjadi Senin petang 31 Desember 2018.*/ADE MAMAD/PR
SEJUMLAH petugas dari berbagai elemen bersama warga berupaya mengevakuasi rumah warga yang tertimbun tanah longsor di Kampung Garehong, Cimapag, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Selasa 1 Januari 2019. Sebanyak 30 rumah warga tertimbun longsor yang terjadi Senin petang 31 Desember 2018.*/ADE MAMAD/PR

BOGOR,(PR).- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Letjen Doni Monardo meminta Jawa Barat untuk mengendalikan kerusakan lingkungan yang semakin masif.  Kerusakan lingkungan disebut Doni sebagai faktor utama terjadinya banyak bencana di Jawa Barat.

“Semua bencana di Jawa Barat ada, dari banjir, puting beliung, tanah longsor, gunung berapi, sampai tsunami ada semua di Jawa Barat. Provinsi ini paling lengkap, bisa jadi supermarket bencana,” ujar Doni saat menjadi pembicara utama dalam kuliah umum di Institut Pertanian Bogor, Selasa 19 Maret 2019 sore.

Berdasarkan data BNPB, pada 2018 terdapat 2.572 bencana di tanah air. Sebanyak 4.814 orang tewas, 21.083 orang luka-luka, dan 10,3 juta jiwa mengungsi akibat bencana. Dari bangunan, tercatat 574.838 rumah, dan 2.699 unit fasilitas umum juga mengalami kerusakan. Sementara di Jawa Barat,  bencana alam menewaskan 49 orang.

Salah satu bencana yang paling banyak memakan korban adalah bencana tanah longsor di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, akhir 2018 lalu. Menurut Doni, bencana yang masif di Jawa Barat terjadi karena kerusakan lingkungan semakin parah. Kawasan hutan kini banyak beralih fungsi menjadi perkebunan dan permukiman.  Penebangan liar juga tak terkendali.

Kerusakan lingkungan, menurut Doni terpampang nyata di Sungai Citarum dan Gunung Wayang, Jawa Barat. Menurut Doni, kawasan tersebut sudah kritis akibat ketidakpedulian masyarakat dan pelaku usaha dalam memanfaatkan kawasan tersebut.

Berdasarkan data yang ia miliki, setidaknya ada 88 ribu hektare luas lahan di kedua kawasan tersebut. Setidaknya butuh 88 juta bibit pohon untuk mengembalikan fungsi konservasi dua kawasan tersebut.

“Kawasan hulu banyak yang beralih fungsi, dari kawasan konservasi menjadi perkebunan. Nah, ini perlu sebuah solusi yang terintegrasi, agar masyarakat tetap mendapatkan penghasilan tetapi tidak merusak alam. Kalau biasanya menanam kentang, bisa dicarikan solusi dengan menanam komoditas lain, tanpa menganggu lingkungan,”  ucapnya.

Doni pun meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta pemerintah daerah untuk serius mengalokasikan dana untuk mengembalikan fungsi konservasi  di kawasan hutan yang kritis. BNPB juga mengimbau pemerintah daerah di seluruh Indonesia memiliki strategi dalam menyusun pembangunan untuk meminimalisasi dampak terhadap lingkungan.

“Permasalahan lingkungan ini masalah yang cukup kompleks dan tidak bisa berdiri sendiri. Pemimpin daerah harus punya strategi dalam menyusun pembangunan, pelaku usaha juga jangan menganggap lahan dapat menghasilkan keuntungan besar tetapi tidak peduli terhadap lingkungan, pemerintah daerah perlu tegas dalam hal ini,” kata Doni.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat