BEKASI, (PR).- Di era Revolusi Industri 4.0, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) kian besar, menyusul pekerjaan di sejumlah lini yang mulai bersifat mekanis. Menghadapi situasi tersebut, pekerja sudah semestinya bersiap agar bisa tetap bekerja meskipun menjadi korban PHK.
"Oleh karenanya yang ingin saya gaungkan sekarang ialah perubahan paradigma dari semula mencari pekerjaan tetap menjadi tetap bekerja," kata Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri saat beraudiensi dengan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia di Bekasi.
Cara agar memastikan pekerja tetap bekerja meski di-PHK ialah dengan melakukan peningkatan keterampilan. Tak harus menunggu hingga tibanya masa PHK atau pensiun, tapi lakukan sekarang juga meskipun masih aktif bekerja di perusahaan.
"Selain karena perubahan pola kerja yang kian mekanis di era 4.0, PHK juga terjadi karena ketidaksesuaian kebutuhan dunia kerja dengan keterampilan tenaga kerja. Jadi di saat banyak yang di-PHK, sebenarnya di sisi lain masih ada bidang pekerjaan yang membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah banyak, tapi tidak terpenuhi dikarenakan adanya ketidaksesuaian keterampilan angkatan kerja," ujarnya.
Hanif meyakini, peningkatan keterampilan merupakan jaring pengaman paling efektif yang bisa dipersiapkan pekerja dalam menghadapi kemungkinan yang tidak diinginkan.
"Makanya agar bisa memfasilitasi para pekerja, balai latihan kerja pemerintah ada yang buka memberikan materi di malam hari. Melalui penguasaan keterampilan khusus, pekerja tidak perlu selamanya terjebak menjadi karyawan, tapi bisa mengembangkan diri menjadi pengusaha sesuai keterampilan yang dimiliki," ucapnya.
Punya tugas sama
Dalam kesempatan sama, Ketua Umum SPSI Abdullah mengatakan, hal tersebut tidak semata menjadi tugas pemerintah dalam upaya meningkatkan keterampilan para pekerja. "Ini tugas tripartit, perusahaan dan juga serikat pekerja juga punya tugas yang sama," ucapnya.
Menurut Abdullah, bagi para pekerja, peningkatan keterampilan tidak semata sekadar bisa diperoleh dari balai latihan kerja. Ada pendidikan karakter yang juga harus dikuasai. "Untuk pendidikan karakternya inilah dibutuhkan peran serikat pekerja, jadi pekerja yang mengasah keterampilan di balai latihan kerja tidak sekadar terampil melakukan suatu pekerjaan, layaknya robot. Tapi karakter kerjanya pun ikut dibangun agar paham juga etika-etikanya," kata Abdullah.
Namun agar pemberian keterampilan kepada pekerja bisa tepat sasaran, Abdullah menyarankan agar bisa dilakukan pemetaan terlebih dulu terhadap karakter pekerja. Dengan demikian bisa diterapkan jenis pelatihan keterampilan yang sesuai.