kievskiy.org

Air Waduk Jatiluhur Surut Lebih Cepat

RATUSAN pengunjung mengikuti eksebisi paddleboard dan kayak tingkat nasional pertama di Waduk Jatiluhur, Minggu, 14 Juli 2019. Kegiatan tersebut sekaligus mencanangkan Waduk Jatiluhur sebagai destinasi wisata olahraga air bertaraf nasional.*/HILMI ABDUL HALIM/PR
RATUSAN pengunjung mengikuti eksebisi paddleboard dan kayak tingkat nasional pertama di Waduk Jatiluhur, Minggu, 14 Juli 2019. Kegiatan tersebut sekaligus mencanangkan Waduk Jatiluhur sebagai destinasi wisata olahraga air bertaraf nasional.*/HILMI ABDUL HALIM/PR

PURWAKARTA, (PR).- Penyusutan air di Waduk Ir. H. Juanda, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, bukan semata-mata akibat musim kemarau. Penggelontoran air dari bendungan tersebut juga dinilai terlalu boros, sehingga mempercepat penyusutannya.

"Pemborosannya masing-masing saluran mencapai 10 meter kubik per detik. Makanya, penyusutan air di Waduk Jatiluhur sangat cepat," ujar Direktur Operasi dan Pengembangan Perum Jasa Tirta II, Antonius Aris Sudjatmiko, Senin, 15 Juli 2019. Namun, ia menjamin pasokan air masih aman hingga akhir 2019 nanti.

Antonius menjelaskan, penyusutan volume Waduk Jatiluhur lebih cepat dari perencanaan awal. Tinggi muka air (TMA) saat ini tercatat berada di bawah rencana, yakni di level 100,2 meter di atas permukaan laut. Sedangkan, air yang digelontorkan melalui dua pintu (hallow jet) mencapai 177 meter kubik per detik.

"177 meter kubik air yang digelontorkan ke hilir itu dibagi untuk tiga saluran irigasi yakni Tarum Barat, Timur dan Utara," kata Antonius.

Ia merinci jumlah air yang dikeluarkan melalui saluran Tarum Barat mencapai 50 meter kubik per detik, dari normalnya hanya 40 meter kubik per detik.

Sedangkan, melalui saluran Tarum Timur, air yang digelontorkan sebanyak 57 meter kubik per detik, dari seharusnya hanya 47 meter kubik per detik. Begitu juga di saluran Tarum Utara, air biasanya digelontorkan sebanyak 60 meter kubik per detik, kini mencapai 70 meter kubik per detik.

Kondisi tersebut menurutnya disebabkan oleh perubahan pola tanam petani. Sehingga, menambah jumlah golongan air yang dikeluarkan dari bendungan ke saluran-saluran irigasi dari rencana tata tanam gubernur (RTTG) sebanyak lima golongan air, pada realisasinya menjadi 12 golongan.

Antonius mencontohkan suplai air untuk persawahan di Kabupaten Karawang. Dari rencananya hanya lima golongan, pada kenyataannya mencapai sembilan golongan. Begitu pula untuk Kabupaten Subang yang seharusnya ada lima golongan menjadi 12 golongan air.

Namun, perusahaannya tidak memiliki pilihan lain selain tetap menggelontorkan air sesuai kebutuhan di lapangan. "Jika tak dipenuhi, bisa menimbulkan konflik atau berebut air," kata Antonius. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat