kievskiy.org

Pecatur Indonesia, Irene Kharisma Sukandar Jadi Ikon Apresiasi Pancasila 2019

*/DOK. PRIBADI
*/DOK. PRIBADI

SAAT kabar itu tiba, Irene Kharisma Sukandar yang didaulat sebagai satu dari 74 Ikon Apresiasi Pancasila 2019 tengah berada di Swiss untuk bertanding pada Festival Catur Internasional Biel, awal Agustus 2019. Pun demikian saat penghargaan diserahkan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila di Solo, Senin, 19 Agustus 2019, Irene masih belum menyelesaikan lawatan tiga bulannya ke tiga negara di Eropa dalam rangka mengikuti sejumlah kejuaraan catur.

Baru pada Rabu, 21 Agustus 2019, dara kelahiran 7 April 1992 itu tiba di tanah air dengan membawa prestasi dari kejuaraan catur yang diikutinya. Ia berhasil tampil sebagai peringkat kedua pada kategori catur klasik putri di Festival Catur Internasional Biel, Swiss 2019. "Sementara di kejuaraan yang digelar di Jerman dan Portugal aku belum berhasil meraih gelar, tapi tetap berkontribusi positif pada perbaikan 'rangking'-ku," katanya.

Irene yang mendapat gelar Grand Master Internasional Wanita sejak tahun 2008 itu saat ini tengah memburu gelar Grand Master Internasional Putra, sehingga kejuaraan demi kejuaraan terus aktif diikutinya. Bisa dibilang, saat ini Irene-lah satu-satunya pecatur wanita tanah air yang telah merebut gelar Master Internasional Putera sejak tiga tahun lalu. "Kalau berhasil meraih gelar Grand Master Internasional Putera, itu sudah pencapaian tertinggi, tapi tidak akan menghentikan kiprahku bermain catur karena aku tak bisa dipisahkan dari catur," katanya.

Perkenalan puteri pasangan Singgih Heyzkel dan Cici Ratna Mulya dengan catur sudah dimulai sejak usianya masih belia. Saat itu ia masih berusia 7 tahun.

Dalam dua tahun sejak perkenalannya dengan bidak-bidak catur, Irene sudah mampu mendominasi berbagai kejuaraan di level nasional. Bahkan menjadi pemain nomor satu di Indonesia saat menginjak usia 11 tahun. Setelahnya, Irene pun rutin menggondol beragam prestasi dari  berbagai kejuaraan yang diikutinya di luar negeri.

Rentetan prestasi yang dipersembahkan Irene untuk Indonesia itu tak sekadar berbuah gelar demi gelar yang kian hari kian prestisius. Namun juga aneka beasiswa yang bisa membuatnya menyelesaikan pendidikan hingga jenjang S-2 di luar negeri.

Menurut Irene, berdasarkan apa yang dirasakannya selama berkiprah di olahraga catur, apresiasi yang diberikan bangsanya sendiri masih kalah. "Negara lain lebih menghargai apa yang aku capai, salah satunya melalui beasiswa pendidikan. Sementara oleh negara sendiri, boleh dibilang perhatian itu masih minim," katanya.

Ia berkaca pada pengalamannya yang sering kali harus merogoh kocek pribadi agar bisa mengikuti berbagai pertandingan di luar negeri. Hadiah yang diperoleh hasil menjuarai kejuaraan tersebut lalu digunakan lagi untuk mengikuti pertandingan lainnya.

Apa yang dilakukan Irene belum tentu bisa ditiru oleh pecatur lain. Apalagi para pecatur muda yang baru merintis prestasinya. "Pecatur muda yang prestasinya belum mentereng, akan sulit mendapatkan sponsor untuk membiayai keikutsertaannya di berbagai kejuaraan internasional. Sayang kalau bibit potensial itu tidak digembleng dengan mengikuti berbagai kejuaraan di luar negeri, dilatih pecatur-pecatur berskala internasional, bisa-bisa potensi-potensi muda tersebut hanya akan menjadi kenangan," katanya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat