kievskiy.org

Tumpahan Minyak Mentah di Laut Karawang Diprediksi Baru Bisa Dihentikan Akhir September 2019

GUMPALAN minyak mentah menutupi pasir Pantai Pisangan, Desa Cemarajaya, Kabupaten Karawang. Gumpalan minyak mentah juga masuk ke dalam rumah warga sekitar pantai.*/DODO RIHANTO/PR
GUMPALAN minyak mentah menutupi pasir Pantai Pisangan, Desa Cemarajaya, Kabupaten Karawang. Gumpalan minyak mentah juga masuk ke dalam rumah warga sekitar pantai.*/DODO RIHANTO/PR

KARAWANG, (PR).- Kebocoran minyak mentah dari sumur YY-1 Offshore North West Java (ONWJ) milik PT Pertamina Hulu Energi (PHE) diperkirakan baru bisa dihentikan akhir September atau awal Oktober 2019 mendatang. Meski begitu, volume tumpahan minyak mentah dari hari ke hari tidak mengalami meningkatan berarti.

Hal itu disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Karawang, Wawan Setiawan, setelah dirinya  bertemu pihak PHE ONWJ, Jumat, 30 Agustus 2019. "Menurut keterangan pihak Pertamina peningkatan pencemaran di Pantai Cemarajaya bukan akibat meningkatnya volume minyak yang tumpah. Hal itu terjadi karena gelombang pasang dan angin bertiup lebih kencang dari biasanya," kata Wawan.

Dijelaskan juga, karena gelombang laut cukup tinggi, tidak semua tumpahan minyak mentah tertangkap oilboom. Tumpahanya minyak itu akhirnya terbawa gelombang menuju pantai," jelas Wawan.

Sementara ini, lanjut dia, Pertamina masih berusaha menutup pipa yang bocor dengan cara membangun sumur baru. Sumur baru dibuat miring yang akan berrtemu dengan sumur yang bocor di kedalaman 9000 feet. 

Saat ini, pemboran sumur baru baru mencapai 6200 feet atau baru mencapai 62 persen dari rencana. Dari sumur baru itu nantinya akan dipompa lumpur padat guna menutup sumur yang bocor.

Pihak Pertamina memprediksi kebocoran baru bisa tertangani akhir September atau akhir Oktober 2019. "Sambil menunggu penutupan kebocoran sumur, proses pembersihan pantai terus dilakukan," kata Wawan.

Selain itu, Pertamina juga terus menghitung kerugian yang diderita warga juga Pemerintah Daerah. "Penanganan kerugian melibatkan tiga OPD (organisasi perangkat daerah) yakni Dinas Lingkungan Hidul, Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Penanggulangan Bencana Derah, juga Dinas Kesehatan," paparnya.

Dari sisi lingkungan hidup, kata Wawan, tumpahan minyak mentah telah mencemari 232 ribu pohon mangrove dari 935 ribu mangrove yang ditanam pada lahan seluas 203 hektare sejak tahun 2014 hingga 2019. "Harus ada kompensasi dari Pertamina terkait pencemaraan tersebut," katanya.

Kompensasi yang sama, lanjut dia, harus dirasakan masyarakat nelayan dan warga terdampak lainnya. "Saat ini, kerugian yang diderita warga masih sedang dalam penghitungan," kata Wawan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat