BANJAR,(PR).- Jajaran Kepolisian Resor (polres) Kota Banjar berhasil meringkus pelaku pencabulan belasan anak dibawah umur. Diperkirakan data korban kebejatan predator anak berinisial HA (43) bakal bertambah.
Untuk menjerat calon korbannya, pelaku yang berprofesi sebagai guru SD, sekaligus pemilik konter telefon genggam dengan memberi hadiah. Diantaranya baju, sepatu termasuk HP serta servis gratis.
"HA ditangkap hari Minggu 22 September 2019, ketika sedang di konter HP di wilayah Hegarsari, Pataruman. Hasil pemeriksaan tercatat 10 anak dibawah umur," tutur Kapolres Kota Banjar Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Yulian Perdana, Rabu, 25 September 2019 di Mapolres Kota Banjar.
Didampingi Waka Polres Kompol Ade Najumulllah, lebih lanjut dia mengungkapkan kasus tersebut terungkap dari laporan dua orang tua Sas (7) dan MA (6) korban pencabulan oleh RSM (11). Setelah dilakulan pengembangan ternyata yang bersangkutan sebebelumnya juga korban cabul yang dilakukan oleh HA (43) warga Kecamatan Pataruman, Banjar.
"Ternyata RSM juga korban cabul HA, kejadiannya di konter Hp milik pelaku di wilayah Hegarsari. Korban dibujuk dan dipaksa melayani nafsu pelaku," ungkapnya.
HA mengaku melakukan tindakan cabul sodomi sejak duduk di bangku kelas XI hingga saat ini setidaknya ada 10 korban, seluruhnya dibawah umur. Kepada korbannya , pelaku memberi iming-iming hadiah. sehingga korban mengikuti perintahnya.
"Kadang HA bertindak sebagai perempuannya, dilain waktu mangsanya yang dijadikan alat pemuas. Ketika ditangkap pun pelaku tengah bersama dengan dua bocah yang dijadikan objek seksual menyimpangnya," kata Yulian.
Kepada polisi HA yang baru menikah setahun yang lalu itu mengaku pernah menjadi korban cabul yang dilakukan oleh saudaranya. Hal tersebut terjadi berulang. Setelah itu perilaku seksualnya berubah. "Ternyata pelaku itu sebelumnya menjadi korban pencabulan. Saat ini kami juga masih mendalami keterangan pelaku," tuturnya.
Tersangka HA, diijerat Pasal 82 jo Pasal 76 E UURI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2016 jo UU Nomor 35 Tahun 2014, dengan ancaman maksimal 15 tahun. "Untuk pelaku yang masih dibawah umur dikenakan aturan khusus menyangkut peradilan anak," jelasnya.