ADEGAN kurir sepeda meliuk-liuk di jalanan dalam film Premium Rush bukan hanya terjadi New York, Amerika Serikat. Di Kota Tasikmalaya, sejumlah anak muda juga memilih melakoni profesi pengantar barang dengan menggowes sepedanya.
Mereka menentang arus bisnis pengantaran yang lebih identik menggunakan kendaraan bermotor, demi kelestarian dan terjaganya lingkungan dari semburan asap knalpot. Kisah mereka meniti ruas jalan bersaing dengan kendaraan-kendaraan bermesin penuh suka dan duka. Tersenggol dan terserempet dan tersenggol sepeda motor dan angkutan kota adalah bumbu dari profesi yang mereka lakoni. "PR" menelusuri kisah anak-anak muda Kota Tasikmalaya yang memilih pekerjaan unik tersebut.
Di suatu siang yang gerah, Eriska Shiddiq, 27 tahun mengaso di Kedai Gopi, Jalan Empang, Kelurahan Empangsari, Kecamatan Tawang, Selasa, 12 November 2019. Hari itu, pemuda asa Kelurahan Kahuripan tersebut telah tiga kali mengantarkan barang dengan menggunakan sepedanya.
Ia mulai mengayuh pedal sepedanya pukul 09.00 WIB dengan rute dari Jalan Siliwangi hingga Tentara Pelajar. Dokumen akta jual beli menjadi amanat yang harus diantarkan Eriska. Ia kembali menggowes mengirimkan barang amanat lain dari Jalan Rumah Sakit hingga Ampera serta berlanjut ke Cipedes. Jarak tempuh yang terbilang lumayan tersebut tak membuat Eriska tampak mandi keringat.
Ia malah terlihat begitu santai melepas lelah dan bercengkrama sembari sesekali menyeruput kopi dengan baju yang masih kering. "Alhamdulillah karena (sudah) biasa," ujar Eriska kepada "PR" di kedai kopi tersebut. Ia justru menyebut jalur yang ditempuh masih cukup pendek. Jarak tempuh masuk kategori jauh bila mencapai lebih dari lima kilometer. Ia pernah menempuh jarak jauh ketika mengantarkan barang dari Indihiang hingga Purbaratu yang terentang dari kawasan paling barat hingga timur Kota Tasikmalaya.
Eriska begitu menikmati profesinya sebagai kurir sepeda. Hal paling menyenangkan bagi Eriska adalah saat melihat raut gembira warga setelah menerima barang yang diantarkannya.
Pernah suatu kali, ia mendapat order yang cukup aneh yakni mengantarkan sendal jepit ke sebuah mal. Rupanya, sendal si pemesan putus ketika berada di pusat perbelanjaan itu. Eriska mengenang wajah sang pemesan sendal jepit begitu sumringah saat barang yang dibutuhkannya tiba. "Itu kepuasan sendiri melihat ekspresi senang (setelah) dapat dibantu," ucapnya.
Namun, cerita duka juga pernah dialaminya saat terserempet Angkot di Jalan Gunung Sabeulah hingga kena semprot pengendara motor yang tak henti mengklaksonnya saat berhenti di depan lampu merah.
Eriska mafhum, pandangan umum memang masih menganggap jalan merupakan milik pengendara bermotor bukan pesepeda. Apalagi, Kota Tasikmalaya pun tak memiliki jalur sepeda sehingga pesepeda mesti bergabung dengan pengendara lain di jalan umum. Menjadi kurir sejalan dengan hobi Eriska yang gandrung bersepeda. Tak hanya mendapat penghasilan, ia mengaku makin sehat karena aktivitasnya tersebut. "Berat badan turun lima kilogram," ucapnya sembari tertawa.