kievskiy.org

Dari Makam Cikadut Hingga Rumah Karya Soekarno, Pemerintah Dinilai Lemah Jaga Cagar Budaya

MAKAM Kapiten Titulair Der Chineezeen Tan Joen Liong di Pemakaman Cikadut yang bergaya Neo Gothic tertanggal 23 Agustus 1917.*
MAKAM Kapiten Titulair Der Chineezeen Tan Joen Liong di Pemakaman Cikadut yang bergaya Neo Gothic tertanggal 23 Agustus 1917.* /RETNO HERIYANTO/PR

BANDUNG,(PR).- Pemerintah Jawa Barat dan Kota Bandung dinilai setengah hati laksanakan peraturan perundang-undangan cagar budaya. Penggunaan anggaran dan perubahan tata ruang perkotaan dijadikan celah pemusnahan cagar budaya.

Demikian diungkapkan sejumlah penggiat budaya Kota Bandung dalam diskusi budaya bertajuk Warisan Budaya Terabaikan, di Teras Sunda Cibiru, Jalan A.H. Nasution, Bandung, Kamis, 12 Desember 2019.  

“Dari tahun ke tahun, pelanggaran peraturan perundang-undangan, baik Undang-undang nomor 11 Tahun 2010 (tentang Cagar Budaya) maupun Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung No. 9 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya yang direvisi Perda nomor 7 Tahun 2018 seakan tidak ada artinya,” ujar Muhammad Hafid, budayawan Bandung Timur dalam paparannya.

Baca Juga: Letusan Meriam Peninggalan Abad ke-17 Warnai HUT Armed di Cimahi

Rangkaian peristiwa alih fungsi, perubahan struktur, pembiaran, hingga berujung penghancuran bangunan dan kawasan cagar budaya terus terjadi di sejumlah wilayah Jawa Barat, khususnya di Kota Bandung.

“Yang hingga kini masih berlangsung, masalah renovasi lahan di Gedung Sate dan Gedung Pakuan yang merupakan kawasan cagar budaya, yang jadi bukti pemerintah tidak memiliki komitmen menjaga warisan budaya,” ujar Hafid.

KONDISI salah satu bangunan karya Bung Karno di Bandung.*
KONDISI salah satu bangunan karya Bung Karno di Bandung.*

Terhadap pelanggaran yang terjadi pada bangunan dan kawasan cagar budaya, menurut Ismail, pembicara lainnya, selain undang-undang dan peraturan yang tidak efektif di Kota Bandung dan Jawa Barat, kasus yang banyak terjadi menunjukkan ketidakkonsistenan pemerintah dalam menjalankan aturan.

“Ketika ada kasus yang dilakukan perseorangan, seperti Rumah Kembar Malabar karya Soekarno, begitu ramai jadi konsumsi publikasi, tapi begitu kasus sekolah Ciujung, Ciateul, dan Santa Angela tidak begitu ramai, Bahkan kasus perubahan lanskap Gedung Sate dan Gedung Pakuan tidak terasa gaungnya seperti kasus Rumah Kembar Malabar,” ujar Ismail.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat