kievskiy.org

Anggota DPRD Nilai Bantuan Sosial Pemprov Jabar Bisa Jadi Pemicu Gejolak Sosial

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat meninjau langsung penyaluran bantuan sosial (bansos) dari Pemerintah Provinsi Jabar untuk warga rawan miskin atau miskin baru akibat pandemi COVID-19, baik yang berdomisili maupun perantau, di Bodebek (Kota Bogor, Bekasi, Depok, Kabupaten Bogor, dan Bekasi) pada Rabu 15 April 2020.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat meninjau langsung penyaluran bantuan sosial (bansos) dari Pemerintah Provinsi Jabar untuk warga rawan miskin atau miskin baru akibat pandemi COVID-19, baik yang berdomisili maupun perantau, di Bodebek (Kota Bogor, Bekasi, Depok, Kabupaten Bogor, dan Bekasi) pada Rabu 15 April 2020. /Dok. Humas Pemprov Jabar Dok. Humas Pemprov Jabar

PIKIRAN RAKYAT - Pembagian bantuan sosial terdampak Covid-19 akan menjadi pemicu gejolak sosial di masyarakat. Hal itu dapat terjadi jika skenario pemberian bansos yang dijalankan Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak matang perencanaannya.

Ketua Fraksi Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat Asep Wahyuwijaya mengatakan, potensi terjadinya gejolak sosial ini akan sangat mungkin terjadi jika pembagian bantuan sosial dianggap tidak proporsional jumlahnya.

Bahkan Asep mengaku, DPRD Jawa Barat sempat menyampaikan potensi terjadinya gejolak sosial saat pembagian bantuan sosial ini kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil namun seolah dianggap angin lalu.

Baca Juga: Kasasi Ditolak Mahkamah Agung, Harun Let-Let Tetap Jalani Hukuman

“Saya pernah menyampaikan pada saat forum rapat pimpinan DPRD Provinsi Jabar beserta jajaran Satgas Covid-19 Provinsi Jabar untuk berhati-hati dengan skenario pemberian bansos kepada warga. Jika tidak matang perencanaannya, maka alih-alih membantu warga yang terdampak tapi Pemprov Jabar justru bisa menjadi pemicu terjadinya gejolak sosial di akar rumput. Fenomena penolakan untuk menerima bantuan yang terjadi di hampir seluruh pelosok Jawa Barat ini meskipun sifatnya belum massif, namun bagaimanapun harus diantisipasi sedini mungkin,” ungkap Asep, Selasa 28 April 2020.

Asep menegaskan, sebagai akibat dari dikeluarkannya Perppu Nomor 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 tanggal 31 Maret 2020, maka keterlibatan parlemen, mulai dari DPR RI, DPRD provinsi hingga DPRD kota dan kabupaten, dalam urusan penganggaran dianggap sudah tidak ada hak sama sekali.

Akibat dari telah diamputasinya hak anggaran parlemen dalam hal penanganan wabah Covid-19, lanjut Asep, protokol penanganan termasuk anggaran yang diperlukannya pun menjadi eksekutif-sentris.

Baca Juga: Lowongan Kerja untuk Difabel April 2020, Kesempatan di Tangerang Kota dan Jakarta Selatan

“Desain dan skenario kebijakan dalam hal penanganan wabah termasuk dari mana sumber penganggarannya bertumpu pada kepiawaian Presiden dan kepala daerah saja. Sewaktu-waktu memang ada komunikasi antara pihak eksekutif dengan legislatif terkait rencana penanganan wabah ini. Hanya secara legal saran dan pertimbangan dari legislatif bisa saja menjadi macan ompong (non-executable) sifatnya,” ujar dia.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat