PIKIRAN RAKYAT - Peternak di Desa Pasiripis, Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka, meminta pemerintah memutus peredaran cairan pembasmi tikus karena membahayakan ternak dan manusia. Cairan itu disebut bisa mengakibatkan kematian berantai.
Menurut keterangan para petani di Desa Pasiripis, Majalengka, saat ini cairan pembasmi tikus yang sebetulnya sudah dilarang beredar oleh pemerintah, masih ditemukan di sejumah pedagang.
Ternak domba milik sejumlah peternak di Desa Pasiripis mati diduga karena mencium, memakan rumput, dan menjilat gabah yang ditetesi cairan pembasmi tikus beberapa hari lalu.
Rika, salah satu peternak, menduga penyebab 4 kematian dombanya karena menjilat rumput yang dekat dengan gabah pembasmi tikus.
Dia tidak bersedia memotong dombanya karena jika domba di potong dan ternyata positif terkena racun maka yang memakan daging akan keracunan juga. Bahkan, dia mengisolasi dombanya di kandang terpisah karena khawatir ada cairan ludah yang menetes ke rumput kemudian dimakan ternak lain.
“Keracunannya terjadi tiga hari lalu di Blok Klepu sepertinya menjilat gabah racun tikus, yang empat langsung mati, dua sekarang sedang diobati, tapi tidak mau makan," kata Rika.
Pengobatan tradisonal
Para peternak di Desa Pasiripis biasa menggunakan racikan tradisional untuk mengobati domba yang keracunan. Racikannya adalah sirup dicampur minyak goreng, gula, serta penyeap rasa (pecin).
"Biasanya kalau ternak terkena racun, kalau belum bisa diobati, (solusinya) dengan cara demikian,” kata Nasan, peternak lainnya.
Koordinator Penyuluh Pertanian Kecamatan Kertajati Ali Imron menyebutkan, pihaknya sudah berusaha menyosialisasikan untuk tidak memasang pembasmi tikus dengan menggunakan obat tetas karena itu sangat membahayakan bisa menimbulkan kematian berantai.
Dia membenarkan masih beredarnya obat racun tikus tetes di sejumlah pedagang. Walaupun dirinya sudah terus berupaya melakukan sosialsiasi larangan peredaran obat tersebut karena pemerintah sendiri telah melarang sejak lama.