kievskiy.org

Waspada Kasus DBD di Jawa Barat Melonjak pada Awal Tahun 2024, Fogging Saja Tak Cukup

Fogging dilakukan di wilayah Cimahi sebagai langkah pencegahan DBD.
Fogging dilakukan di wilayah Cimahi sebagai langkah pencegahan DBD. /Pikiran Rakyat/Ririn Nur Febriani

PIKIRAN RAKYAT - Kasus DBD (demam berdarah dengue) pada awal tahun kerap tinggi seiring dengan intensitas hujan yang meningkat. Dinas Kesehatan Jawa Barat mencatat, selama Januari 2024, terdapat 2.094 kasus DBD di Jabar, naik 79 kasus dibandingkan 2023 dengan total 2.015 kasus.

Jumlah kematian akibat DBD pada Januari 2024 totalnya mencapai 15 orang. Pada Januari 2023, jumlah kematian akibat DBD adalah 8 orang.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Jawa Barat, dr. Rochady Hendra Setya Wibawa, Sp.OG., M.Kes mengatakan, kasus DBD meningkat seiring dengan siklus nyamuk aedes aegypti dan habitatnya.

"Kalau kita lihat data BMKG 2021/2022 , 2022/2023 dan 2023/2024 tentang awal musim hujan, tahun 2024 ini lebih lambat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Rata-rata (musim hujan) dimulai pada akhir Desember dan awal Januari, sehingga sebaiknya jangan melihat data kasus DBD di Januari 2024, karena hujannya baru mulai. Jadi siklus kehidupan nyamuk aedes aegypti dan genangan-genangan air juga baru dimulai. Siklus hidupnya dari 10-21 hari dari telur menjadi nyamuk dewasa," tutur dr. Rochady pada Pikiran Rakyat, Jumat, 2 Februari 2024.

Dikatakan dr. Rochady, secara angka, kasus DBD pada tahun 2023 mengalami penurunan dibandingkan 2022. Namun, masyarakat jangan gegabah karena itu.

"Ojo dibandingke (Jangan dibandingkan). Masyarakat tetap harus waspada. Musim hujan baru mulai, nyamuk aedes aegypti sedang mencari tempat untuk bertelur, jadi tetap waspada dan lakukan 3M Plus yaitu menguras tempat penampungan air, menutup tempat tempat penampungan air, mengubur sampah yang berpotensi menjadi tempat genangan air sudah tidak disarankan lagi karena mencemari lingkungan," tuturnya.

"Yang lebih disarankan adalah mendaur ulang barang-barang yang berpotensi menjadi tempat genangan air yang berpotensi menjadi tempat bertelur nyamuk aedes aegypti," katanya melanjutkan.

Dokter Rochady juga menyarankan masyarakat untuk menanam tanaman yang bisa menangkal nyamuk, memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, mengunakan obat antinyamuk, dan memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi rumah.

"Tidak menggantung pakaian kotor, memberikan lavarsida pada penampungan air yang sulit untuk dikuras, tidur dengan menggunakan kelambu, ⁠melakukan gotong royong bersama sama membersihkan lingkungan untuk menghilangkan area yang memungkinkan nyamuk bertelur," ujarnya.

Fogging, menurutnya, bukan solusi utama. Fogging hanya salah satu upaya untuk mengurangi jumlah nyamuk dewasa. "Kalau area bertelurnya tidak dibasmi, maka dalam waktu 1-2 minggu akan muncul lagi nyamuk yang baru menetas," ucapnya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat