kievskiy.org

Nganteuran, Tradisi Lebaran yang Memudar dan Tak Bisa Digantikan Parsel atau Hampers

Tradisi 'Nganteuran' yang dilakukan masyarakat Sunda menjelang Lebaran kini sudah mulai pudar.
Tradisi 'Nganteuran' yang dilakukan masyarakat Sunda menjelang Lebaran kini sudah mulai pudar. /Tangakapan layar Digital Collection Universitas Leiden

PIKIRAN RAKYAT Nganteuran, Silih Anteuran, Ngiriman, Mawakeun. Begitulah istilah tradisi masyarakat di Tatar Pasundan tempo dulu menjelang Lebaran atau Idul Fitri. Warga mengirimkan makanan menggunakan rantang ke tetangganya agar bisa saling ngaraosan atau mencicipi masakan masing-masing. Kini, tradisi tersebut sudah jarang terlihat.

Rohani (76) masih bisa mengingat suasana sukacita kampungnya di Cikirayhilir, Desa Nanggeleng, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Kala itu, saat Lebaran tinggal menghitung hari, jalanan dan pematang sawah dipadati warga yang menjinjing rantang.

Mereka nganteuran makanan dengan memakai rantang ke sanak saudara, tetangga, dan orang-orang tua. "Sayur kentang, daging, lauk (ikan)," kata Rohani menjelaskan apa saja jenis masakan yang terdapat di dalam rantang itu, Jumat, 5 April 2024.

Isi rantang yang biasanya dikirimkan warga adalah nasi dan berbagai sayuran seperti lodeh, buncis. Rohani biasanya menyuruh anak-anaknya untuk mengantar masakan itu.

Nanti, rantang yang telah sampai di tujuan dan masakan sudah dipindahkan bakal diisi kembali oleh tuan rumah dengan masakan buatannya. Walhasil, terjadi tukar-menukar makanan dari pengirim dan penerima sebagai bagian dari tradisi saling ngaraosan.

 

Menurut Rohani, Nganteuran dilakukan sekira dua hari menjelang Lebaran. Ada pula yang melakukannya pada saat Lebaran.

Tradisi yang makin pudar

Tradisi saling berbagi makanan itu sudah jarang ditemui saat ini. Masyarakat sekarang cenderung memakai cara praktis untuk menyajikan makanan menjelang Lebaran.

Mereka tinggal membeli makanan-makanan jadi dalam kemasan di pasar, toko dan lainnya ketimbang memasak dan membaginya. Meski lebih mudah dan gampang, ada yang hilang saat tradisi Nganteuran mulai ditinggalkan.

Menurut Rohani, tradisi lawas itu merupakan bagian dari silaturahmi antarwarga. Nganteuran bukan hanya saling mengirimkan makan. Di sana, ada silaturahmi tatap muka yang berlangsung antara si pengirim dan penerima.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat