kievskiy.org

Angka Stunting di Jawa Barat Naik, Krisis Air Bersih Jadi Salah Satu Penyebab

Ilustrasi. Angka stunting di Jawa Barat pada 2023 naik.
Ilustrasi. Angka stunting di Jawa Barat pada 2023 naik. /Antara/Umarul Faruq

PIKIRAN RAKYAT - Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia Tahun 2023, angka prevalensi stunting usia 0-59 tahun di Jawa Barat menyentuh angka 21,7 persen. Angka itu masih di atas rata-rata prevalensi stunting di Indonesia (21,5 persen). Angka itu juga menunjukkan prevalensi stunting Jabar naik 1,5 persen dibandingkan tahun 2022 yang menyentuh 20,2 persen.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Jawa Barat, drg. Emma Rahmawati, menuturkan, naiknya angka prevalensi sudah menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Jawa Barat, meskipun banyak pula faktor yang memengaruhinya.

Petugas kesehatan mengukur lingkar kepala balita saat pemeriksaan stunting pada anak dalam bakti kesehatan Akabri 91 di Denpasar, Bali, Sabtu (21/10/2023). Kegiatan tersebut merupakan bentuk kepedulian alumni Akabri 91 atas pengabdiannya selama 32 tahun untuk NKRI dengan menggelar bakti kesehatan yaitu pelayanan kepada 50 orang pasien stunting.
Petugas kesehatan mengukur lingkar kepala balita saat pemeriksaan stunting pada anak dalam bakti kesehatan Akabri 91 di Denpasar, Bali, Sabtu (21/10/2023). Kegiatan tersebut merupakan bentuk kepedulian alumni Akabri 91 atas pengabdiannya selama 32 tahun untuk NKRI dengan menggelar bakti kesehatan yaitu pelayanan kepada 50 orang pasien stunting.

"Sebagaimana target prevalensi stunting tahun 2024, sebesar 14 persen. Provinsi Jawa Barat minimal harus menurunkan prevalensi stunting sebanyak 7,7. Dengan kondisi ini, kami optimis dengan berbagai upaya dan sinergi dari semua pihak, target tersebut dapat tercapai," ujar Emma, Senin 20 Mei 2024.

Menurut Emma, ada beberapa faktor yang menyebabkan daerah belum mampu membendung angka stunting sepanjang 2023. Di antaranya dampak pandemi Covid-19 yang menghambat akses layanan kesehatan dan program intervensi stunting.

Selain itu, ketimpangan akses air bersih dan sanitasi di beberapa daerah, praktik pengasuhan dan pemberian makan balita yang belum optimal, kurangnya edukasi dan informasi gizi bagi masyarakat, serta keterbatasan sumber daya di beberapa daerah.

Meski demikian, pihaknya tetap optimistis untuk mencapai target 14 persen pada tahun 2024. "Masih dimungkinkan dengan strategi yang tepat dan komitmen kuat," katanya.

Fokus ke program

Dikatakan Emma, upaya penurunan stunting harus fokus pada akselerasi program seperti mencegah adanya stunting baru. Dengan fokus intervensi pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), mulai pada pemeriksaan antenatal care pada ibu hamil sampai 2 tahun dengan tidak hanya berfokus pada balita stunting, tapi juga pada balita underweight, wasting, dan weight faltering.

"Kemudian memperkuat edukasi dan pendampingan keluarga tentang pola asuh, gizi seimbang, dan sanitasi. Lalu, meningkatkan akses layanan kesehatan ibu dan balita, termasuk skrining, intervensi dini, dan rujukan stunting dan memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan akurasi data dan koordinasi program stunting," ucapnya.

Selain itu, upaya lainnya yaitu memperkuat kolaborasi lintas sektor dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan melakukan intervensi dan pendampingan khusus di daerah dengan prevalensi stunting tinggi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat