kievskiy.org

Pengamat Ungkap Efek UU Cipta Kerja Terhadap Industri Farmasi Lokal

Ilustrasi farmasi.
Ilustrasi farmasi. /Pixabay/luvqs

PIKIRAN RAKYAT – Permasalah mengenai Undang-Undang (UU) Cipta Kerja masih menuai polemik di ranah publik.

Pasalnya, Perpres No. 10 Tahun 2021 tentang investasi yang mengimplementasikan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja tidak lagi membatasi kepemilikan asing di pabrik farmasi, tetapi lokalisasi Inpres No. 6 Tahun 2016 masih memunculkan berbagai peraturan menteri yang restriktif.

Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Andree Surianta memberikan contoh peraturan mengenai cara perhitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) obat-obatan.

Dengan adanya Peraturan Menteri Perindustrian No. 16 Tahun 2020 yang dikeluarkan di tengah pandemi Covid-19, ia menilai bahwa keputusan itu perlu diperhatikan agar tidak terjadi kelangkaan obat-obatan karena industri farmasi lokal masih sangat bergantung pada bahan baku impor.

Baca Juga: Fokus Reformasi Struktural guna Percepatan PEN, Menko Airlangga: UU Cipta Kerja Salah Satu Upaya Terbaik

Ia menyebutkan bahwa penerapan TKDN bisa mempersulit produsen bahan lokal sekalipun untuk mengembangkan kapasitas.

“Ratusan bahan dasar dibutuhkan dalam memformulasikan sebuah obat, termasuk vaksin, sementara tidak semua bahan tersebut dibuat di Indonesia. Penerapan TKDN bisa mempersulit produsen bahan lokal sekalipun untuk mengembangkan kapasitas,” ucapnya.

Andree Surianta menilai jika kebijakan industri farmasi di Indonesia tidak kunjung bankit, baik dari segi investasi maupun inovasi walaupun terdapat berbagai kebijakan lokalisasi.

“Dimulai dengan Daftar Negatif Investasi (DNI) 2007 yang membatasi kepemilikan asing maksimal 75 persen di sektor ini. Tak lama setelah itu muncul Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1010 Tahun 2008 yang mewajibkan semua obat yang terdaftar di Indonesia diproduksi secara lokal,” katanya yang dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara, Jumat, 30 Juli 2021.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat