kievskiy.org

Pemerintah Harus Adil Sikapi Diaspora

JAKARTA, (PR).- Pakar hukum Refly Harun menilai, pemerintah harus bersikap adil pada warga negara Indonesia lain yang bernasib sama seperti Arcandra Tahar. Seperti diketahui, status kewarganegaraan Arcandra sempat jadi polemik setelah diketahui dia mengantungi dua paspor yakni Amerika Serikat dan Indonesia. Kabar kepemilikan dua kewarganegaraan ini pun muncul ketika Arcandra sudah menjabat sebagai menteri ESDM menggantikan Sudirman Said. Dalam diskusi yang digelar di Aula Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI, Rabu 14 September 2016, Refly menuturkan, selain Arcandra, masih banyak anak bangsa lain yang juga kesulitan mendapatkan kembali hak kewaraganegaraannya. Ini terjadi pada banyak diaspora, pernikahan campur, profesional, hingga orang yang tercerabut kewarganegaraannya karena badai politik seperti tragedi 1965. "Kasus Arcandra Tahar ini harus berlaku pada anak bangsa lainnya yang telah melepaskan kewarganegaraan asingnya dan ingin kembali ke pangkuan republik," kata Refly. Lagi pula menurut Refly sudah saatnya Indonesia bisa memberlakukan kewarganegaraan ganda bagi WNI yang lama tinggal di luar negeri. Dengan kebijakan ini anak bangsa yang berkarya di luar negeri bisa lebih mudah mengembangkan dirinya tanpa harus menggadaikan kewarganegaraannya. "Tapi ini terbatas, kalau kehendaknya sendiri dilarang. Kalau misalkan dia sudah tinggal lama di luar negeri, punya anak yang ingin sekolah lanjutan di Amerika, kalau diharuskan jadi warga negara Indonesia dia akan kesulitan. Karena dia di luar sudah mendapat pekerjaan dan hidup makmur tapi masih ingin ke Indonesia. Dalam kondisi itu, dual citizenship masih masuk akal," ucapnya. Meski demikian, tetap ada aturan ketat yang membatasi dwi kewarganegaraan ini seperti mencabut dwi kewarganegaraannya jika yang bersangkutan menjadi pejabat publik. "Kalau mau jadi pejabat di luar dia sudah pasti kehilangan kewarganegaraannya," ucapnya. Memandang kasus Arcandra Tahar, lulusan UGM ini menilai kewarganegaraan Indonesia Arcandra memang selayaknya dikembalikan. Namun pengembalian itu harus dipandang sebagai suatu hak yang layak didapat Arcandra. "Dia menjadi menteri lagi itu soal lain. Soal aspek politik dan etiknya lain lagi. Kita enggak bisa mencampurkan. Bagi saya, sebagai anak bangsa dia harus dikembalikan lagi (hak kewarganegaraannya)," ucapnya. Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly menuturkan, secara materil dan substansi, Arcandra memang sudah kehilangan kewarganegaraannya ketika dia mengantungi paspor Amerika Serikat. Namun berdasarkan kajian pihaknya, untuk melindungi Arcandra dari status stateless yang tak diperkenankan di Indonesia, maka pihaknya memutuskan untuk mengukuhkan kembali kewarganegaraan Indonesia Arcandra. "Kami sebut mengukuhkan karena kalau bahasanya memberikan kembali itu seolah-olah renaturalisasi dan kalau masuk ke ranah naturalisasi masuk dalam aturan harus lima tahun tinggal berturut-turut. Secara yuridis sudah selesai, kalau politis saya enggak mau ikut campur," ucap Yasonna. Dia pun memastikan, pengukuhan kembali kewarganegaraan Indonesia bukan hanya terjadi pada Arcandra. Sebelumnya Kemenkumham juga pernah memberikan hal serupa pada Subarjo Notomenduro, eksil yang harus hidup di Romania karena tragedi 1965. "Sejak zaman Bung Karno banyak pemuda yang dikirim ke luar negeri untuk jadi ahli mengelola bangsa ini namun karena peristiwa 65 mereka dituduh dan tak bisa kembali. Subardjo juga sama, ia diberikan penegasakan kewarganegaraannya karena ingin meninggal di tanah air," ucapnya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat