kievskiy.org

JPPR: Usulan Pemerintah Soal Ambang Batas Pemilu Bertentangan dengan UUD

SUASANA Pemilihan Umum Legislatif 2014 di bawah Jembatan Pasupati, Kelurahan Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, Rabu (9/4/2014). Pelaksanaan Pemilu Legislatif 2014 di Kota Bandung berjalan dengan lancar dengan kondisi lalulintas yang cukup lengang.*
SUASANA Pemilihan Umum Legislatif 2014 di bawah Jembatan Pasupati, Kelurahan Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, Rabu (9/4/2014). Pelaksanaan Pemilu Legislatif 2014 di Kota Bandung berjalan dengan lancar dengan kondisi lalulintas yang cukup lengang.*

JAKARTA, (PR).- Ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang diusulkan pemerintah dalam RUU Pemilu, 3,5 persen, sementara ambang batas pencapresan (presidential threshold) yang diusulkan pemerintah 20 persen dari jumlah kursi di DPR dan atau 25 persen dari jumlah perolehan suara dalam pemilu legislatif sebelumnya. Usulan beberapa fraksi di DPR ada yang ingin ambang batas ditingkatkan dan justru ada yang menginginkan ambang batas lebih kecil hingga 0 persen. 
 
"Itu kan usulan. Kami sebagai pemerintah menampung usulan itu dan mari kita bahas bersama di panja (panitia kerja). Rapat panja buat kluster dulu mana yang penting. Menyerap aspirasi masyarakat, serap aspirasi parpol. Tugas pemerintah mana yang sudah baik ya sudah, mana yang harus disempurnakan, disempurnakan," kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di Jakarta, Rabu, 18 Januarii 2017.

Hal yang penting, kata Tjahjo, aspirasi masyarakat dan aspirasi parpol menjadi pertimbangan. Alasannya, pemilu menjadi domain partai untuk memilih presiden dan anggota DPR. Sehingga aspirasi itu dipastikan akan didengar. "Kami cukup optimis akan ada kompromi dengan baik," kata Tjahjo.

Tjahjo menjelaskan pula, alasan pemerintah menginginkan ambang batas yang lebih tinggi, agar kualitas pemilu yang membaik. Dia menginginkan justru ambang batas parlemen yang sekarang 3,5 persen dapat meningkat setiap lima tahun. Apalagi, Tjahjo mendengar ada partai yang berani 7 persen hingga 10 persen. 

"Tapi ada parpol yang siap nol. Itu kan aspirasi. Yang penting peningkatan, soal berapa peningkatan bagi pemerintah nggak masalah. Kalau tidak, ya bertahan jangan malah mundur," katanya.

Hal yang sama menurut Tjahjo dengan ambang batas pencapresan. Dia mencontohkan Amerika saja memiliki puluhan partai tetapi mengerucut pada dua parpol. Soal partai kecil yang tidak dapat mencalonkan presiden, Tjahjo memandang kecil atau besarnya partai ditentukan masyarakat pemilih.

"Mohon maaf ya, PDI Perjuangan dulu parpol kecil tetapi yang membuat besar siapa? Masyarakat pemilih. Partai besar juga bisa kecil, yang bikin kecil siapa? Masyarakat pemilih, bukan pemerintah, bukan pers. Suara besar atau kecil tergantung masyarakat pemilih," katanya.

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz mengatakan ketentuan presidential threshold untuk mengusung calon presiden yang diusulkan pemerintah bertentangan dengan pasal 6A UUD 1945. Pasal yang diusulkan pemerintah itu pun, menurut Masykurudin, tidak sesuai dengan semangat pemilu serentak 2019 yang memberikan ruang bagi setiap partai politik peserta pemilu untuk mencalonkan.

"Ada ide yang saling bertabrakan antara ambang batas suara untuk mencalonkan presiden bagi partai baru. Satu sisi, partai baru tidak boleh mengajukan pasangan calon presiden sendiri. Di sisi yang lain, jika partai politik tidak mengajukan pasangan calon, dihukum dengan tidak boleh ikut pemilu berikutnya," katanya.

Oleh karena itu, kata Masykurudin, peserta pemilu, punya hak, untuk mencalonkan atau tidak mencalonkan. Sehingga mestinya pemerintah konsisten dengan pengaturan di pelaksanaan pilpres. Usulan bunyi pasal yang disampaikannya, "pencalonan presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu DPR. Gabungan partai politik peserta pemilu  yang dapat mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden berjumlah paling banyak 40 persen dari jumlah kursi DPR.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat