kievskiy.org

Kemenko Perekonomian Tolak Sistem Box Office Perfilman Indonesia

JAKARTA, (PR).- Kementerian Bidang Perekonomian RI menolak rencana hibah Korea Selatan senilai 5,5 juta dolar untuk membangun Integrated Box Office System (IBOS). Sistem yang diprakarsai oleh Badan Ekonomi Kreatif itu dianggap berbahaya bagi masa depan industri perfilman Indonesia. Demikian dinyatakan Deputi V Kemenko Bidang Perekonomian Edy Putra Irawadi. ”Rahasia industri perfilman tidak bisa dibuka sembarangan. Ini sangat berbahaya. Nanti lama-lama semua rahasia komoditas kita bisa dikontrol asing. Daging, susu, hasil tambang, pokoknya semua dikontrol asing,” katanya. Menurut Deputi yang membawahkan Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri itu, kerahasiaan perusahaan memang tidak boleh sembarangan dibuka. Sesuai peraturan yang berlaku, perusahaan hanya bisa memberikan informasi dan data terkait tiga hal. Pertama, ketika terkait dengan urusan pajak. Dalam hal ini, informasi dapat diberikan kepada Ditjen Pajak atau Pemda di wilayah masing-masing. Kedua, kepada aparat penegak hukum, baik polisi, jaksa, atau KPK jika diduga terlibat suatu kasus. Ketiga, khusus untuk badan publik, mereka juga harus patuh terhadap UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. ”Itu pun harus sesuai dengan mekanisme yang berlaku dan ada beberapa informasi yang dikecualikan,” katanya. Kerahasiaan perusahaan memang harus dijaga. Tidak boleh sembarangan dibuka, terlebih kepada pihak luar negeri. ”Bahkan Kemenko pun tidak berwenang meminta informasi data perusahaan,” kata Edy. Mengenai pentingnya kerahasiaan perusahaan, Edy mencontohkan pengalamannya. Menurutnya, dia pernah melakukan protes kepada Kanada dan Amerika Serikat karena kedua negara tersebut membocorkan data ekspor Indonesia ke AS. Pembocoran dilakukan karena Indonesia dituding melakukan praktik dumping. ”Saya protes keras ketika itu. Saya katakan, bahwa ini adalah rahasia perusahaan yang tidak semua pihak boleh tahu dan karena protes itu, kasus itu pun (tuduhan dumping) akhirnya gugur,” ujar dia. Hal Itulah yang membuat Edy tak habis pikir mengapa Badan Ekonomi Kreatif di bawah pimpinan Triawan Munaf justru berencana menerima hibah dari Korea lewat sistem IBOS. Padahal, sudah jelas IBOS mewajibkan industri bioskop membuka semua data. Di antaranya, data mengenai jadwal penayangan film hingga jumlah penonton per bioskop per jam tayang dan per judul film. Apalagi, sesuai UU tentang Perfilman, selama ini industri bioskop pun sudah melaporkan data mengenai jumlah penonton kepada menteri terkait. ”Nanti akan saya tanya langsung karena ini sangat membahayakan. Ini sudah merupakan intervensi. Untuk apa mereka mengontrol? Apa kepentingannya?” kata Edy.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat