kievskiy.org

Waisak 2018, Biksu Tadisa Ingatkan Manusia Tak Terjebak Perbedaan

SEJUMLAH pemuda Buddhis Dharmakirti melakukan penyalaan lilin pelita Waisak di Vihara Dharmakirti Palembang, Senin malam 28 Mei 2018. Penyalaan pelita itu merupakan rangkaian ritual detik detik Waisak 2562.*
SEJUMLAH pemuda Buddhis Dharmakirti melakukan penyalaan lilin pelita Waisak di Vihara Dharmakirti Palembang, Senin malam 28 Mei 2018. Penyalaan pelita itu merupakan rangkaian ritual detik detik Waisak 2562.*

HARI Trisuci Waisak 2018 ditandai meditasi selama beberapa saat oleh umat Buddha dan para biksu sangha di pelataran Candi Borobudur Kabupaten Magelang. Tepatnya akan dilaksanakan pada Selasa 29 Mei 2018 dengan puncaknya pada pukul 21.19.13 WIB

Berdasarkan agenda, mereka juga akan melakukan kirab dengan berjalan kaki sejauh sekitar tiga kilometer dari Candi Mendut menuju pelataran Candi Borobudur. Sambil membawa berbagai sarana pujabakti.

Trisuci Waisak 2018 dirayakan umat Buddha Indonesia dengan dipusatkan di Candi Borobudur untuk mengenang tiga peristiwa penting dalam ajaran Buddha. Yakni kelahiran Sidharta Gautama, Buddha Gautama memperoleh penerangan sempurna, dan mangkat Sang Buddha.

Koordinator Dewan Kehormatan Perwakilan Umat Buddha Indonesia Biksu Tadisa Paramita Mahasthavira Magelang, mengingatkan agar setiap manusia harus saling merangkul sesamanya. Yang meski berbeda-beda dalam menjalani kehidupan sehari-hari agar terwujud keindahan hidup bersama.

"Harus saling merangkul dengan yang berbeda supaya hidup bersama menjadi indah," ujarnya di Magelang, seperti dikutip Antara. Tema perayaan Trisuci Waisak 2018 yakni "Transformasikan Kesadaran Delusi Menjadi Kesadaran Murni" dan subtema "Marilah Kita Bersama-sama Berjuang Mengalahkan Sang Ego".

Ia mengemukakan pentingnya manusia tidak terjebak dalam perbedaan, dalam upaya mencapai kebahagiaan kehidupan. Baik secara pribadi maupun bersama.

Perbedaan, ujar Tadisa yang juga Ketua Umum Majelis Mahabudhi itu, harus disadari dengan baik sebagai kodrat manusia.

"Tetapi jangan melakukan pembedaan karena kita sudah beda. Dalam keluarga pun kita berbeda-beda," kata dia.

Ia juga mengatakan bahwa sekarang ini banyak orang terjebak kepada khayalan dan identitas maya karena mereka antara lain lebih mengutamakan ego.

Hal itu, kata dia, mengakibatkan sikap keakuan manusia menjadi ketat, semua orang saling bersaing, saling menjatuhkan, terjadi tindak kejahatan, konflik, dan bahkan perang.

"Sekarang ego harus dikalahkan. Kalau ego dikendalikan kita bisa memunculkan cinta kasih," katanya.



Sementara, Ketua Widyakasaba Walubi Biksu Wongsin Labhiko Mahathera mengemukakan pentingnya umat Buddha untuk tetap menjaga diri. Melalui perbuatan yang baik, pembicaraan baik, dan pemikiran baik sesuai dengan ajaran Sang Buddha.

"Agar semua menjadi baik," katanya.

Meneladani Buddha

Ketua Umum Walubi Siti Hartati Murdaya mengatakan Buddha Gautama menemukan jalan pembebasan diri yaitu pencapaian penerangan sempurna menjadi Buddha melalui kesadaran terhadap makna hidup.


Sang Buddha, ujarnya, mencapai penerangan sempurna karena menang atas sang ego. Ego sebagai sumber malapetaka dan bisa menjerumuskan manusia dalam jurang kegelapan yang lebih dalam.

"Tema Waisak tahun ini mengacu kepada intisari ajaran Sang Buddha kepada semua makhluk," katanya.

Dia mengajak setiap umat Buddha introspeksi pada diri untuk mengetahui hal mana telah benar dan mana yang masih harus diperbaiki demi mencapai cita-cita tertinggi, yakni terbebas dari penderitaan.

Selain itu, katanya, umat Buddha juga harus turut berjuang bersama seluruh komponen bangsa untuk mengurangi kesenjangan dalam berbagai aspek. Seperti kesenjangan kaya-miskin, kuat-lemah, kota besar-daerah terpencil, dan kesenjangan pendidikan.

"Hilangkan cemburu, marah, dengki, dan serakah. Agama apapun akhirnya sama, kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa," katanya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat