kievskiy.org

Sri Sultan Hamengku Buwono X Syawalan Bersama Ribuan Warga

GUBERNUR DIY Sri Sultan HB X melaksanakan gelar griya di Bangsal Kepatihan, Yogyakarta/MUKHIJAB/PR
GUBERNUR DIY Sri Sultan HB X melaksanakan gelar griya di Bangsal Kepatihan, Yogyakarta/MUKHIJAB/PR

YOGYAKARTA, (PR).- Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X dan permaisuri GKR Hemas serta Wakil Gubernur Paku AlamX dan istri melayani halal bihalal atau open house ribuan warga dan aparat sipil negara di Bangsal Kepatihan, Senin, 10 Juni 2019.

Kabag Biro Umum, Humas, dan Protokol Sekretariat Daerah DIY Ditya Nanaryo Aji menyatakan peserta open house telah mencapai lima sampai enam ribu orang. Jumlah peserta diluar dugaan, acara serupa tahun silam pesertanyan tidak mencapai lim ribu orang.

Kegiatan rutin menyambut Lebaran Idulfitri selalu diselenggarakan oleh Sekretariat Daerah DIY setiap tahun. Pada sesi ini warga bebas mengikuti halal bilhalal tanpa seleksi. Warga tidak perlu mengisi buku tamu atau menunjukkan undangan untuk bisa bersalaman dengan Sri Sultan dan permaisuri. Setiap warga yang iku silturahmi cukup memakai pakaian harian, tidak perlu mengenakan baju tradisional pranakan layaknya open house antara raja dan warga.

Tradisi Jawa

Halal bihalal juga diselengarakan civitas akademika Unibersitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan sejumlah kampus lain. Para pimpinan universitas, dosen, karyawan, dan sebqgian mahasiswa saling bersalaman untuk menyampaikan ikrar saling memaafkan.

Rektor UNY Sutrisna Wibawa menyatakan  tradisi syawalan atau halal bihalal dirintis oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I (Pangeran Sambernyawa). Pemimpin Surakarta itu menggunakan syawalan untuk mengumpulkan para punggawa dan prajurit di balai istana usai salat Idul Fitri. Para punggawa sungkem kepada Sang Raja dan Permaisuri.

"Dari asal kata Halal bihalal diambil dari  bahasa Arab. Artinya  boleh’ atau ‘diizinkan’ digabungkan dengan kata penghubung bi yang berarti ‘dengan’. Sehingga berarti halal dengan halal, artinya saling menghapus segala hal yang dilarang, seperti dosa dan kesalahan terhadap orang lain. Tetapi negara-negara Arab tidak mengenal  tradisi ini. Orang bersalaman saling memaafkan, silaturahmi, ini betul-betul khas Indonesia," ujar dia.

Dia menegaskan, istilah halal bilhalal ditemukan juga dalam kamus bahasa Jawa-Belanda kumpulan Dr. Th. Pigeaud,  terbit 1938. Adapun kata yang tercantum bukan halal bihalal melainkan ‘alal behalal’. Kamus bahasa Indonesia membakukan istilah  ‘halal bihalal’ yang berarti acara maaf-memaafkan pada hari Lebaran dan merupakan suatu kebiasaan yang khas Indonesia.

Menurut dia, masyarakat Jawa menyajikan sejumlah makanan khas pada setiap syawalan atau lebaran berupa ketupat.

"Ketupat kependekan dari ngaku lepat (ku-ngaku dan pat-lepat). Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan. Sungkeman sebagai implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan) atau   hormat kepada orang tua, dengan bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan," kata dia.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat