kievskiy.org

MPR Harus Dipimpin Figur yang Mampu Merangkul

null
null

JAKARTA, (PR).- Kursi ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang dalam beberapa pekan terakhir diincar oleh sejumlah partai politik mulai mereda. Namun beberapa elite justru mengklaim pihaknya telah mengantungi restu dari Presiden dan Wakil Presiden terpilih untuk mengisi kursi itu. Padahal, pengisi kursi MPR tak cukup dengan cakap tapi mesti jadi perangkul bangsa.

Pengamat politik dari CSIS, Philip J Vermonte mengatakan, sebagai mercusuar yang memandu arah bangsa, ketua MPR haruslah seorang figur kuat yang mampu menjembatani kepentingan banyak pihak. Jadi inti persoalannya bukanlah kader partai mana yang memegang namun  sosok seperti apa yang bisa melebihi partainya sehingga kalau ada polarisasi politik di masyarakat bisa menjadi pemandu untuk bersatu.

“Ini yang menurut saya menjadi tantangan yang sangat besar. Setiap partai yang yang tadi berebut kursi pimpinan apakah mereka akan punya figur-figur yang semacam itu,  yang bisa diterima menjadi jembatan dan sifatnya adalah orang-orang yang bisa menyelesaikan persoalan secara lintas partai,” kata Philip dalam diskusi di Kompleks Parlemen Senayan, Jumat, 2 Agustus 2019.

Tugas MPR sebagai mercusuar kebangsaan pun hendaknya menjadi platform yang bisa diterima seluruhnya oleh masyarakat Indonesia. Karena jika prinsip kewarganegaraan sudah dipandu oleh MPR,  maka ketegangan yang selama ini ada relatif bisa ditekan.

“Kemarin mungkin tidak semua pimpinan MPR bisa menyampaikan statement,  pernyataan yang mengedepankan prinsip kewarganegaraan, malah munking  beberapa ikut larut dalam proses politik yang sangat membelah itu,  jadi dia tidak mencerminkan tugasnya, seperti menjadi mercusuar kebangsaan,  melebihi politik partisipan yang dijalani oleh partainya,” ucap dia.

Kendati demikian, Philip menilai perseteruan politik memperebutkan kursi adalah hal yang wajar. Yang tidak wajar adalah masih ribut ketika struktur organisasi sudah berjalan.

Sementara itu, Ketua Fraksi PPP MPR RI, Arwani Thomafi menyebut beberapa hari belakangan, MPR memang sedang cukup seksi. Ihwalnya tentang perebutan kursi Ketua MPR oleh sejumlah partai. Oleh karena itu perlu sebuah perbincangan agar MPR kembali menjadi sebuah rumah kebangsaan.

“Rumah kebangsaan itu menjadi menarik ketika kita lihat lima tahun ya sejak 2014 kemarin sampai sekarang yang memang luar biasa gonjang-ganjingnya. Pembelahan secara politik itu luar biasa,  bisa jadi kita memang mengalami keterkejutan era berkembangnya media sosial, keterkejutan kita menghadapi ketika isu politik lalu dikemas dalam melalui perkembangan teknologi ini yang secepat itu,” ucap dia.

Namun karena konsep rumah kebangsaan ini tak ada pijakan konstitusionalnya, maka perlu dibuat terlebih dulu. Misalnya bagaimana memperkuat kelembagaan MPR sehingga bisa menjadi lembaga pemutus. Karena jika hanya sekedar mendiskusikan banyak perkara, MPR akan kehilangan efeknya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat