kievskiy.org

Penyaluran Bantuan Dana Desa di Konawe yang Diduga Fiktif Menemui Titik Terang

DAMAYANTI dan ketiga anaknya di Desa Andobeu Jaya, Kecamatan Anggomoare, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, Kamis 7 November 2019. Ia mengaku belum pernah menerima bantuan apa pun yang bersumber dari Dana Desa.*/ANTARA FOTO
DAMAYANTI dan ketiga anaknya di Desa Andobeu Jaya, Kecamatan Anggomoare, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, Kamis 7 November 2019. Ia mengaku belum pernah menerima bantuan apa pun yang bersumber dari Dana Desa.*/ANTARA FOTO

JAKARTA, (PR).- Kementerian Dalam Negeri menyampaikan hasil pemeriksaan terhadap status desa di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, Senin 18 November 2019. Pemeriksaan itu terkait adanya dugaan desa fiktif dalam konteks penyaluran Dana Desa.

Dirjen Bina Pemerintahan Desa Nata Irawan mengatakan, Kemendagri memeriksa adanya penambahan desa di Konawe sebanyak 56 desa dari sebelumnya 241 desa. Berdasarkan Permendagri Nomor 56 Tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, terdapat 241 desa di Konawe.

Dua tahun kemudian, berdasarkan Permendagri Nomor 137 tahun 2017, jumlah desa menjadi 297 atau ada penambahan sebanyak 56 desa.

Dasar penambahan Desa tersebut adalah Surat Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 140/3188 tanggal 10 Juli 2015 perihal Rekomendasi Kode Wilayah Desa di Kabupaten Konawe.

Menurutnya, kelima puluh enam desa di Kabupaten Konawe itu tidaklah fiktif. Namun persoalan muncul ketika Peraturan Daerah yang mengatur tentang pembentukan dan penetapan desa tersebut memiliki kesalahan prosedur.

“Ada kesalahan dalam penetapan Perda pembentukan dan pendefinitifan desa wilayah Kabupaten Konawe sehingga kami meminta agar pemerintah Kabupaten Konawe melakukan evaluasi Perda," kata Nata.

Cacat hukum

Menurutnya, penetapan Perda  Nomor 7 Tahun 2011 tentang Perubahan Perda Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pembentukan dan Pendefinitifan Desa-Desa dalam Wilayah Kabupaten Konawe tidak melalui mekanisme dan tahapan di DPRD. Kesalahan prosedur tersebut menyebabkan 56 desa yang tercantum dalam Perda secara yuridis dikatakan cacat hukum dan menyebabkan kelembagaan desa tidak berjalan.

Selain itu, Nata menjelaskan bahwa dari total 56 desa yang tercantum dalam Perda, setelah dilakukan verifikasi oleh Tim Kemendagri, 34 Desa dinyatakan memenuhi syarat ditetapkan menjadi desa sedangkan 18 Desa masih perlu pembenahan administrasi. Selain itu, sebanyak 4 desa terdapat perbedaan data jumlah penduduk dan luas wilayah sehingga perlu dievaluasi.

Ia menambahkan, berdasar informasi yang didapatkan oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), dana desa telah disalurkan kepada 4 desa yang data jumlah penduduk dan luas wilayahnya berbeda itu. “Karena diduga bermasalah dan berpotensi menimbulkan kerugian negara, maka untuk sementara dana desa dihentikan penyalurannya," ujar Nata.

Atas hasil pemeriksaan itu, Nata mengatakan, pemerintah daerah diharapkan lebih berhati-hati lagi dalam menetapkan Peraturan Daerah pembentukan dan pendefinitifan desa. “Kemendagri akan membuat edaran kepada seluruh Pemerintah Daerah untuk memeriksa kembali keseluruhan adminitrasi desa agar tidak muncul kejadian serupa," tuturnya.

Kemendagri dikatakannya akan meminta Kepala Daerah untuk menginventarisir desa-desa yang terdapat di wilayahnya dalam rangka persiapan sebelum dikeluarkannya SE tersebut.

“Rekomendasi terkait persoalan yang timbul saat ini, Mendagri, dan kami selaku Direktorat Jenderal teknis menyiapkan edaran. Khusus untuk Konawe, bahwa Perda tersebut harus dilakukan evaluasi kemudian baru kita pastikan sehingga betul-betul sah sesuai Perundang-undangan,” ujarnya.

Gubernur tidak tahu 

Sebelumnya, Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi mengaku dirinya belum menjadi gubernur ketika muncul perda mengenai penambahan desa baru tersebut. Ia mengatakan, tidak mengetahui apa-apa mengenai hal tersebut. Penambahan desa itu dikatakannya terjadi sekitar tahun 2015 sedangkan ia baru menjabat sebagai gubernur setahun terakhir.

Ia menyerahkan penuntasan kasus tersebut kepada aparat penegak hukum. "Ini kan ditangani oleh pihak kepolisian. Kami tidak bisa masuk ke dalam itu," ujarnya di Istana Kepresidenan, 8 November 2019.

Persoalan mengenai desa fiktif mencuat setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani membeberkannya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI, 4 November 2019. Menurutnya, ada pihak yang tidak bertanggungjawab memanfaatkan kucuran Dana Desa dengan membentuk desa-desa baru yang fiktif.

Presiden Joko Widodo mengatakan, bila memang benar terdapat persoalan desa fiktif, hal tersebut menunjukkan tidak mudahnya mengelola desa seluruh Indonesia yang jumlahnya mencapai 4.800 desa. Menurutnya, penindakan secara hukum akan tegas dilakukan bila terbukti adanya pihak-pihak yang sengaja membuat desa fiktif.

"Tetap kami kejar agar yang namanya desa-desa fiktif itu ketemu (pelakunya). Kami tangkap," kata dia di Istana Kepresidenan, 6 November 2019. ***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat