kievskiy.org

Belum Adanya UU Perampasan Aset dan LHKPN yang 'Lemah' Jadi Celah Pejabat Sembunyikan Aset

Ilustrasi Undang-Undang.
Ilustrasi Undang-Undang. /Pixabay/mohamed_hassan

PIKIRAN RAKYAT - Belum adanya Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana, dinilai menjadi celoah pejabat menyembunyikan asetnya. Selain itu, lemahnya aturan di LHKPN juga membuat harta yang dilaporkan tidak sepenuhnya jujur.

Eks Pegawai KPK, Yudi Purnomo Harahap pun mengingatkan agar polemik ketidakwajaran harta yang dimiliki pejabat/ASN, jangan sampai berlalui begitu saja. Apalagi, jika hanya menjadi pembahasan di ruang maya dan media.

"Saya pikir, ini bukan momentum untuk saling salah-salahan, tetapi momentum untuk kita mengevaluasi bahwa saat ini penting untuk segera kita mempunyai UU Perampasan Aset," ucapnya, Minggu, 26 Februari 2023.

"Apalagi, presiden sudah sering menyampaikan kepada publik, dan ini seharusnya bisa diselesaikan, bisa untuk disahkan, karena kalau sudah ada UU Perampasan Aset, maka sudah tidak akan sulit lagi untuk menginvestigasi, bahkan untuk merampas kekayaan yang diperoleh dari hal-hal yang tidak sah, yang dimiliki oleh para pejabat," kata Yudi Purnomo Harahap menambahkan.

Baca Juga: Dugaan Pencucian Uang Rafael Alun Trisambodo, PPATK: Itu Kasus Lama yang Sudah Kami Proses

Selain belum adanya Undang-Undang tersebut, lemahnya aturan di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) juga disinyalir menjadi alasan banyaknya harta kekayaan pejabat yang disembunyikan. Pasalnya, tidak ada sanksi pidana, jika para pejabat tidak jujur dalam laporannya.

"kemudian, terkait dengan penguatan LHKPN, di mana seharusnya ada sanksi pidana bagi mereka yang, pertama, tidak melapor. Kedua, melapor tapi dengan sengaja mereka tidak melaporkan yang benar, mengaburkan, sehingga seolah-olah hartanya itu tidak banyak padahal aslinya banyak, itu juga seharusnya bisa dipidana," tutur Yudi Purnomo Harahap.

Oleh karena itu, dia menekankan bahwa akan selalu ada kontroversi seperti yang dialami Rafael Alun Trisambodo ini, jika UU maupun aturan LHKPN masih tidak diubah. Nantinya, para pejabat yang memiliki banyak aset maupun penghasilan yang tidak wajar, tidak bisa ditindak dengan cepat.

"Karena apa? Harus dicari kasusnya apa, bagaimana dia bisa menerima, karena kalau kita bicara tentang korupsi saja, maka di situ dia misalnya penyuapan, ada unsur, terkait dengan kewenangan, berbuat atau tidak berbuat, terkait dengan kewajibannya, ada juga terkait dengan jabatannya, itu yang harus dicari," kata Yudi Purnomo Harahap.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat