kievskiy.org

5 Hal Pokok yang Ditawarkan DPD Dalam Proposal Kenegaraan

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta masyarakat dan pemerintah untuk selalu bersama-sama menjaga kelestarian Rumah Pengasingan Soekarno
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta masyarakat dan pemerintah untuk selalu bersama-sama menjaga kelestarian Rumah Pengasingan Soekarno /Dok. DPD

PIKIRAN RAKYAT – Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyebutkan Indonesia kembali menerapkan Azas dan Sistem Bernegara Pancasila Sesuai Rumusan Para Pendiri Bangsa. Hal itu perlu dilakukan karena selama ini sistem rumusan para pendiri bangsa diangap oleh sebagian orang identik dengan sistem era Orde Baru.

LaNyalla Mahmud Mattalitti menyebut sistem yang dituduhkan tersebut bahkan belum pernah diterapkan di Orde Lama atau Orde Baru. Sistem Ketatanegaraan dan Sistem Bernegara disebut perlu disempurnakan.

Program tersebut untuk mengantisipasi dan mencegah terulangnya praktik yang tidak sempurna di masa lalu. LaNyalla Mahmud Mattaliti menyebut pihaknya telah melakukan Sidang Paripurna, dengan hasil bahwa perubahan konstitusi di tahun 1999 hingga 2002 telah menghasilkan Konstitusi yang meninggalkan Pancasila, yang merupakan norma hukum tertinggi.

DPD RI ingin mengembalikan Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sistem bernegara yang akan dianut telah termaktub di Undang-Undang 1945.

Baca Juga: Jokowi Sebut Dirinya 'Pak Lurah' di Sidang Tahunan MPR 2023, Surya Paloh: Hanya Candaan

LaNyalla bersama anggota DPD lain ingin menawarkan proposal kenegaraan pada presiden. Proposal tersebut berisi lima hal pokok yang dirasa bisa menyempurnakan dan menguatkan sistem kenegaraan. Adapun lima hal pokok tersebut adalah

5 hal pokok yang diusulkan

Pertama, DPD mendesak MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara. LaNyalla menyebut MPR bisa menjadi penjelmaan rakyat sebagai pemilik dan pelaksana kedaulatan.

Kedua, DPD ingin terbukanya peluang anggota DPR RI berasal dari peserta pemilu unsur perseorangan atau non-partisan. Ide tersebut muncul agar proses pembentukan Undang-Undang yang dilakukan DPR tidak hanya didominiasi oleh kelompok partai politik saja.

Ketiga, dalam memutuskan Utusan Daerah dan Utusan Golongan diisi melalui mekanisme pengisian dari bawah, dan bukan ditunjuk oleh Presiden. Penunjukan terlihat seperti apa yang terjadi pada era Orde Baru.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat