kievskiy.org

3 Konflik Agraria di Papua, Duel Masyarakat Adat vs Perusahaan, ke Mana Pemerintah?

Suku Awyu Papua yang demonstrasi melawan perusahaan kelapa sawit.
Suku Awyu Papua yang demonstrasi melawan perusahaan kelapa sawit. /Greenpeace Indonesia

PIKIRAN RAKYAT - Simak 3 konflik agraria di Papua yang melibatkan masyarakat adat. Mereka harus berhadapan dengan perusahaan-perusahaan yang diklaim mempunyai legitimasi atas tanah ulayat mereka.

Diketahui masyarakat adat di Papua kerap kali harus berhadapan dengan pihak-pihak di luar mereka terkait dengan kepemilikan lahan. Mereka mengeklaim sudah memiliki lahan itu tapi tiba-tiba perusahaan besar datang untuk menggarapnya baik untuk kepala sawit atau lainnya. Konflik ini harusnya dibahas di debat Pemilu 2024.

3 konflik agraria di Papua

Berikut selengkapnya:

  1. Suku Awyu vs PT Indo Asiana Lestari

    Suku Awyu adalah salah satu suku yang harus berhadapan dengan perusahaan. Gugatan diajukan mereka ke Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura terkait izin perkebunan kelapa sawit seluas 39 ribu hektare.

    Majelis Hakim PTUN Jayapura justru menolak gugatan mereka karena terdapat penilaian atau pengujian terhadap Amdal (Analisis mengenai dampak lingkungan) terhadap izin usaha tersebut. Analisis amdal itu dilakukan tim dari Dinas Kehutanan Lingkungan Hidup Provinsi Papua pada 1 November 2021.

    "Sehingga asas-asas tersebut telah diejawantahkan dalam Rekomendasi Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi hasil uji kelayakan," kata majelis hakim, dilansir dari laman BBC.

    Pertimbangan lainnya adalah izin usaha dari SK Kepala Dinas PMPTSP Provinsi Papua tersebut dinilai sesuai prosedur dan tidak bertentangan dengan asas-asan umum pemerintahan yang baik. Itu artinya, PT Indo Asiana Lestari dibolehkan menggarap lahan itu.

    Diketahui suku Awyu, diwakili Hendrikus Woro, menggugat perusahaan itu karena izin usaha kelapa sawitnya dianggap bertentangan dengan kearifan lokal. Izin usaha itu juga dianggap melanggar prinsip kelestarian, kehati-hatian, dan keadilan tidak relevan. Kawasan yang akan digarap itu diklaim sebagai hutan adat mereka.

    Hakim menolak gugatan penggugat, penggugat intervensi 1, dan penggugat intervensi 2. Selain itu, penghukum dihukum untuk membayar biaya perkara sebesa Rp451.000.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat